India Percepat Pengembangan Sawit Nasional
29 September 2021Traktor dan alat berat dikirimkan buat menyebar bibit sawit di jantung agrikultur di tenggara India di sepanjang bulan ini. Program itu adalah bagian dari rencana ambisius India melipatgandakan produksi minyak sawitnya dalam hanya satu dekade.
Harga yang tinggi dan dukungan pemerintah ikut menggerakkan petani beralih tanam. "Keuntungan dari minyak sawit akan setidaknya dua kali lipat lebih besar ketimbang dari beras atau pisang,” kata B. Brahmiah, seorang petani di distrik West Godavari, negara bagian Andhra Pradesh.
Seperti ribuan petani lainnya, dia mengikuti ajakan pemerintah membudidayakan sawit. Brahmiah meyakini lahannya yang seluas 2,4 hektar akan cocok ditanami sawit, lantaran air yang berlimpah, serta pabrik pengolahan yang rencananya akan dibangun dalam waktu dekat.
Misi untuk Minyak Nabati yang diluncurkan pemerintah bulan lalu membidik kapasitas produksi sebesar 2,8 juta ton per tahun di India. Niat ambisius itu dirancang demi mengurangi impor sawit yang nilainya saat ini mencapai USD11 miliar per tahun.
Ravi Mathur, direktur lembaga pelat merah, Institut Studi Minyak Sawit, mengatakan pihaknya sudah mengidentifikasi 2,8 juta hektar lahan pertanian yang cocok untuk sawit. Sebagai tambahan, pemerintah sudah menyiapkan satu juta lahan baru.
Kelangkaan air dan bibit
Untuk mencapai target menanami satu juta hektar hingga 2026, India harus membuka 130.000 hektar lahan setiap tahunnya dan menyiapkan jutaan bibit sawit.
Buntutnya pembibitan sawit di India mengalami kekurangan kapasitas menyusul lonjakan permintaan.
Kelangkaan ini membuat para debutan sawit terpaksa menunggu. "Kami bersedia membayar tiga kali lipat lebih mahal ketimbang harga yang ditawarkan pemerintah. Namun, tetap saja kami tidak bisa mendapat bibit,” kata seorang petani di Andhra Pradesh. T. Malddiramaiah.
Kelompok lingkungan sejak awal mengritik kebijakan pemerintah lantaran mengkhawatirkan kelangkaan air dan deforestasi. Sawit membutuhkan lahan dan pasokan air dalam jumlah besar. Padahal kawasan yang menjadi pusat pertanian di India sejak lama dilanda kekeringan.
Dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri Narendra Modi, Perdana Menteri Meghalaya, Agatha Sangma, Agustus lalu sempat mengritik, area yang dibidik untuk ekspansi sawit merupakan "surga keragaman hayati dan rentan secara ekologi,” tulisnya seperti dilansir The Hindu.
Dia juga mengkhawatirkan perluasan kebun akan menggusur masyarakat adat dari kampung halamannya, dan "merobek tenun sosial.”
Keuntungan tertunda
Salah satu tantangan terbesar pemerintah adalah meyakinkan petani agar mau bersabar. Sawit biasanya membutuhkan hingga empat tahun sebelum bisa berbuah.
Untuk mempermudah para petani, pemerintah berjanji membayar sebesar USD394 untuk setiap hektar lahan sawit yang belum berbuah.
Meski demikian, bagi petani seperti O.S. Chalapatha, bantuan pemerintah tidak seberapa, dibandingkan pengeluaran di tahap awal. "Pada beberapa tahun pertama, saya butuh banyak uang untuk menghidupkan kebun,” kata petani yang punya 14 hektar lahan itu.
"Saya hanya bisa membiayai budidaya karena saya bekerja di sebuah perusahaan swasta. Namun, tidak semua punya kemungkinan itu,” imbuhnya.
Meski derasnya upaya pemerintah, kapasitas produksi sawit India diyakini tidak akan melampaui dua juta ton per tahun hingga 2030. Pada saat yang sama, angka permintaan diprediksi akan bertambah sebanyak lima juta ton, klaim direktur sebuah perusahaan pengolahan minyak sawit.
"India akan tetap menjadi negara pengimpor sawit untuk ke depan,” kata pria yang enggan disebut namanya itu. "Program minyak sawit ini hanya akan mampu mengurangi sedikit dari nilai impor tahunan,” imbuhnya.
rzn/ha (Reuters)