1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanIndonesia

ICW: Ada Komplotan di Balik Skandal Putusan MK

7 Februari 2023

Indonesia Corruption Watch mendesak Majelis Kehormatan MK untuk membongkar dan mengusut skandal putusan MK soal pemberhentian Hakim Konstitusi. ICW menduga skandal itu tak hanya langgar etik tapi juga ada unsur pidana.

https://p.dw.com/p/4NAmy
Symbolbild | Justiz
Foto: fikmik/YAY Images/IMAGO

ICW mendesak agar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berani membongkar dan mengusut skandal pemalsuan putusan MK. Jika benar, tidak hanya melanggar kode etik, tapi juga masuk delik pidana.

"ICW mendesak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk berani membongkar dan mengusut tuntas skandal perubahan putusan Mahkamah Konstitusi dalam kaitan dengan syarat pemberhentian Hakim Konstitusi. Peristiwa ini layak dikategorikan sebagai skandal, karena disinyalir melibatkan pihak berpengaruh di MK. Selain itu, jika benar, skandal tersebut tidak hanya melanggar etik, melainkan juga unsur pidana," kata pegiat ICW, Kurnia Ramadhan, kepada wartawan, Selasa (7/2/2023).

MKMK harus berani menjatuhkan sanksi tegas kepada hakim konstitusi yang berbuat melanggar etik itu.

"Jika proses pemeriksaan MKMK menemukan ada Hakim Konstitusi yang terlibat, maka tidak ada pilihan lain, Majelis Kehormatan harus menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat terhadap Pelaku sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," tegas Kurnia.

"Ada relasi kuasa"

Kasus ini juga sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Zico Simanjuntak.

"Merujuk pada rentetan skandal ini, ICW yakin bahwa pelakunya tidak hanya satu orang, melainkan berkomplot. Besar kemungkinan ada relasi kuasa, baik antara yang melakukan dan yang menyuruh melakukan. Lebih jauh lagi, ICW menduga ada pihak yang sengaja mengambil keuntungan dari skandal ini," ucap Kurnia.

ICW harap MKMK mesti mengungkap tiga hal. Pertama, siapa yang melakukan perubahan bunyi putusan MK. Kedua, siapa yang menyuruh melakukan. Ketiga, apa motif di balik skandal ini.

"Penting untuk diperhatikan, Pasal 15 UU MK telah menegaskan bahwa syarat menjadi Hakim Konstitusi diantaranya harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela serta bersikap negarawan. Atas dasar itu, jika ada Hakim MK yang terlibat dalam skandal ini, maka dirinya sudah tidak layak lagi menjabat sebagai Hakim Konstitusi. Sebab, secara sengaja mengubah putusan persidangan adalah perbuatan tercela secara etik, berdimensi pidana, dan amat memalukan," kata Kurnia dengan berapi-api.

Putusan pemberhentian Hakim Konstitusi

MKMK diketuai I Dewa Gede Palguna yang juga hakim MK 2003-2008 dan 2015-2020. Adapun anggota MKMK adalah hakim MK Prof Enny Nurbaningsih dan Prof Sudjito. Enny dan Sudjito sama-sama guru besar UGM.

"Jika tidak diusut tuntas, skandal ini akan semakin mendegradasi citra MK di tengah masyarakat," pungkas Kurnia.

Seperti diketahui, Hakim Saldi Isra membacakan (penggalan) kalimatnya dengan bunyi begini:

"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat 2 UU MK...".

Belakangan diketahui, kalimat dalam putusan itu berubah bila dibandingkan dengan putusan yang diunggah di situs web MK. Begini bunyinya:

"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat 2 UU MK...". (pkp/gtp)

Baca selengkapnya di: detiknews
ICW: Ada Komplotan di Balik Skandal Putusan MK!