Hong Kong Keluar dari Indeks Tahunan Ekonomi Paling Bebas
4 Maret 2021Pengumuman dihapusnya Hong Kong dari indeks tahunan ekonomi paling bebas di dunia merupakan pukulan berat di tengah upaya Beijing menekan perbedaan pendapat, setelah rangkaian aksi unjuk rasa pro-demokrasi terjadi pada tahun 2019.
The Heritage Foundation, sebuah lembaga pemikir konservatif Amerika Serikat (AS), menerbitkan indeks tahunan tentang seberapa ramah aturan bisnis dan hukum di sebuah negara.
Selama 26 tahun terakhir, Hong Kong menduduki peringkat teratas untuk semua kategori. Prestasi ini merupakan sumber kebanggaan bagi pemerintah kota, yang sering memanfaatkan penghargaan tersebut dalam siaran pers resmi dan brosur investasi yang ditujukan untuk para investor.
Namun ketika laporan tahunan dirilis pada Kamis (04/03), Hong Kong tidak masuk dalam indeks tersebut, karena penulis meyakini bahwa perekonomian kota itu tidak lagi cukup independen tanpa campur tangan Beijing.
"Hilangnya kebebasan politik dan otonomi yang diderita Hong Kong selama dua tahun terakhir, telah membuat kota itu hampir tidak dapat dipisahkan (dalam banyak hal) dari Cina, hampir sama seperti Shanghai dan Beijing," kata Edwin J. Feulner, Pendiri Heritage Foundation, yang ditulis di Wall Street Journal pada hari Rabu (03/03).
"Hubungan [Hong Kong] dengan Beijing semakin kuat," tambah Feulner, sementara "tradisi hukum umum Inggris, kebebasan berbicara, dan demokrasi telah melemah secara signifikan."
Singapura geser peringkat Hong Kong
The Heritage Foundation adalah salah satu lembaga pemikir kebijakan utama yang memengaruhi konservatif fiskal di AS. Feulner juga merupakan seorang kritikus vokal terhadap Beijing dan Ketua Victims of Communism Memorial Foundation.
Sebelumnya, pemerintah Hong Kong yang pro-Beijing menerima tabel liga think-tank itu setiap tahun. Pada tahun 2019 ketika Hong Kong didapuk menduduki puncak klasemen selama 25 tahun berturut-turut, pemerintah di bekas koloni Inggris itu melontarkan propaganda, keberhasilan itu menunjukkan "ketahanan ekonomi, kerangka hukum berkualitas tinggi, toleransi rendah terhadap korupsi, tingkat transparansi pemerintah yang tinggi, kerangka peraturan yang efisien, dan keterbukaan untuk perdagangan global."
Tahun lalu, untuk pertama kalinya setelah Cina memberlakukan undang-undang keamanan nasional, Hong Kong tidak lagi menduduki peringkat teratas dan digantikan oleh Singapura.
Cina mengklaim undang-undang itu dibutuhkan untuk memulihkan stabilitas. Namun pada kenyataannya, peraturan itu telah mengubah hubungan legislatif dan yudikatif Hong Kong dengan Beijing. Perubahan itu juga telah menciptakan kekhawatiran dalam komunitas bisnis internasional.
ha/as (AFP)