Golden Visa: Kemajuan atau Kemunduran untuk Negara?
2 Agustus 2024Peluncuran golden visa Indonesia pada hari Kamis (25/07) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbalut ornamen-ornamen glamor, melambangkan kemewahan yang wajib dimiliki para peminat visa khusus ini.
Shin Tae-yong, pelatih sepak bola Timnas Indonesia asal Korea Selatan, jadi penerima golden visa Indonesia yang pertama.
Sasarannya adalah mereka yang rela mengeluarkan sejumlah dana investasi supaya bisa tinggal lima sampai sepuluh tahun di Indonesia.
Pemegang golden visa disebut akan dapat menikmati manfaat eksklusif, seperti jangka waktu tinggal lebih lama, seperti yang disebut di atas, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, dan efisiensi waktu karena enggak perlu lagi mengurus Izin Tinggal Terbatas (ITAS) ke kantor imigrasi.
Namun, dengan segala kemudahan ini, apakah golden visa benar-benar bisa bermanfaat untuk mendatangkan investor ke Indonesia?
Golden visa bisa tarik investor ke Indonesia?
Strategi pemerintah untuk menarik investor melalui golden visa tidak sebanding dengan upaya-upaya pendukung lainnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), CELIOS, Bhima Yudhistira, menyebut perlindungan data pribadi dan data transaksi keuangan seharusnya menjadi perhatian utama.
Celios adalah adalah lembaga riset di Jakarta yang bergerak di bidang analisis makro-ekonomi, kebijakan publik, ekonomi berkelanjutan, dan ekonomi digital.
Kegemparan akibat kasus kebocoran data PDN pada akhir Juni lalu akan membuat calon pelamar golden visa berpikir dua kali untuk memindahkan asetnya ke indonesia.
Menurut Bhima, golden visa hanyalah pemanis untuk menarik investasi. Pada akhirnya, investor akan lebih pertimbangkan kesiapan infrastruktur, kedalaman pasar keuangan, daya saing industri, dan tingkat kerumitan birokrasi.
Negara-negara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia menjadi saingan Indonesia dalam hal ini.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Senada dengan Bhima, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan salah satu akar permasalahan jarangnya investor mau masuk ke indonesia adalah faktor keamanan bagi usaha mereka.
Penegakan hukum dan kebijakan di Indonesia yang masih belum jelas disebut jadi alasan bagi investor ragu menaruh uangnya di Indonesia, bukan visanya.
Bivitri menyebut bahwa iklim investasi yang baik, penegakan hukum yang terbuka, tidak bisa diintervensi, dan tidak korup bisa lebih menarik investor asing datang ke Indonesia.
Negara lain ramai-ramai tinggalkan golden visa
Bagi Bivitri, dampak positif golden visa untuk Indonesia bahkan nyaris tidak ada.
Berbeda dengan turis yang mengunjungi Indonesia untuk liburan, orang asing yang akan bekerja di Indonesia enggak cuma akan disibukkan dengan keimigrasian, tapi juga izin kerja yang rumit.
Sayangnya, banyak yang masih menganggap aturan keimigrasian Indonesia merepotkan bila diurus tanpa calo.
Bivitri menyebut pemberian golden visa justru kemunduran karena merupakan kebijakan yang tidak akan menyelesaikan masalah investasi.
Padahal, di banyak negara di Eropa, golden visa mulai ditinggalkan karena bisa jadi peluang masalah seperti pencucian uang, penghindaran pajak, bahkan hingga terorisme global.
Sementara Bhima Yudhistira dari Celios menilai masa transisi pemerintah tahun ini sebagai masa krusial, sehingga sebagian calon investor bersikap wait and see.
Menteri keuangan berikutnya dan tim ekonomi pemerintahan Prabowo lebih jadi pertimbangan penting bagi investor karena akan memengaruhi kepastian kebijakan investasi.
Yang perlu jadi catatan khusus: Golden visa belum tentu bakal menarik investasi masuk ke Indonesia dalam waktu dekat.
Pengawasan di imigrasi bagaimana?
Dengan 'hanya' sekitar Rp5,7 miliar atau 350.000 dolar AS, warga negara asing bisa tinggal selama lima tahun di Indonesia asalkan berinvestasi dengan uang tersebut. Bahkan, mereka yang memiliki golden visa digadang bisa punya hak atas tanah di Indonesia.
Pakar menilai bahwa ini bisa membuat pemberian golden visa berisiko menimbulkan ancaman untuk keamanan dan ekonomi Indonesia di kemudian hari bila tidak diawasi dengan benar.
Bentuk filtering dari keimigrasian untuk golden visa ini masih dipertanyakan mengingat adanya kebocoran data visa WNA beberapa waktu lalu. Bukan cuma itu, ada juga pertanyaan tentang investasi tersebut bila suatu saat kakak investor memutuskan untuk enggak lagi tertarik berinvestasi di negara ini. Lalu uangnya siapa yang pegang? Apa bisa ditarik begitu saja?
Kebijakan golden visa, menurut pandangan Bhima, sepertinya disiapkan untuk mendorong masuknya family office ke Indonesia. Peluncuran golden visa dan wacana family office tidak dapat dipisahkan karena di berbagai negara yang jadi basis family office banyak orang super kaya yang meminta perlakuan imigrasi khusus.
Jadi, apakah golden visa bisa jadi jalan untuk kemajuan Indonesia, atau justru kemunduran karena bentuk kebijakan yang berpotensi menghancurkan?
(pi/ae)