FNF: Asia Sedang Bangkit dan Kami Ingin Jadi Bagiannya
23 Januari 2024Tahun 2024 menjadi masa penting dan krusial untuk Indonesia. Pemilu yang akan segera dilaksanakan pada 14 Februari 2024 mendatang menjadi sebuah titik pembuktian demokrasi Indonesia. Tahun ini juga menjadi penentu arah kebijakan baru pemerintah yang ditandai dengan detik-detik pergantian pemimpin negara.
Sama seperti Pemilu di negara-negara lainnya, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia menarik perhatian dunia. Sebagai media Jerman, DW ikut menyoroti berbagai perkembangan politik, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM), khususnya di tahun politik ini.
Untuk mengetahui lebih dalam dan komprehensif tentang hal tersebut, DW mewawancarai Friedrich Naumann Stiftung for Freedom (FNF) Indonesia, LSM Jerman di Indonesia yang berfokus pada HAM.
Berawal dari kebangkitan Asia
FNF telah 55 tahun berdiri di Indonesia dan beberapa kali turut mengalami suasana pemilu.
"Jakarta adalah kantor kedua kami, dari seluruh kantor yang kami buka di seluruh dunia. Sekitar tahun 1969," kata Moritz Kleine-Brockhoff, FNF Head of Regional Office Southeast and East Asia dalam wawancara dengan DW Indonesia, beberapa waktu lalu.
Dia menyebut bahwa Indonesia sudah masuk dalam ‘radar' yayasan yang berkaitan dengan Partai Demokrat Bebas Jerman (FDP) ini, sejak organisasi tersebut berdiri pada 1958 di Potsdam, Jerman.
"Kami juga membuka kantor di Malaysia, Thailand, dan Filipina pada awal tahun 1970-an, jadi sangat, sangat awal di Indonesia."
Kenapa Indonesia? Tentu saja pemilihan Indonesia jadi kantor kedua organisasi ini bukanlah tanpa alasan. Sebaliknya, Indonesia justru dipandang punya potensi pertumbuhan yang besar.
Kleine-Brockhoff menyebut bahwa saat itu FNF sudah melihat bahwa pertumbuhan Asia sangatlah signifikan. Indonesia menjadi salah satu negara terpenting di Asia dan ASEAN.
"Asia saat itu sedang bangkit dan kami ingin menjadi bagian darinya. Jadi kami berpikir bahwa sangat logis untuk membuka kantor di Jakarta juga."
Sampai saat ini, FNF sudah memiliki kantor lain setidaknya di 60 negara di seluruh dunia.
Tantangan kebebasan di masa Orde Baru
Di Indonesia, FNF menjalankan berbagai program yang menjadi fokus mereka, misalnya demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, ekonomi, dan lainnya.
Ia menyebut bahwa dari semua program di Indonesia saat ini FNF lebih difokuskan pada penegakan HAM.
"Di Indonesia jelas fokus utamanya adalah hak asasi manusia karena kerja sama kami dengan Kemenkumham dan itulah fokus utama kami. Tetapi kami juga bekerja sama dengan LSM lainnya."
Moritz juga menyebut, kondisi saat ini sudah jauh berbeda dengan yang terjadi bertahun-tahun lalu, khususnya saat Orde Baru. Saat itu, ucapnya, aktivitas mereka masih sangat dibatasi.
"Tapi sekarang semuanya berubah sejak reformasi. Semua hal jadi lebih terbuka, lebih bebas, dan ini tercermin dalam segala hal. Baik kebebasan media, kebebasan bagi LSM untuk membangun diri mereka sendiri."
Diucapkan mantan jurnalis tersebut, dengan sistem pemerintahan yang sudah berganti dan lebih terbuka, Pemerintah Indonesia menginginkan dan menghargai LSM termasuk FNF sebagai mitra kerja untuk kolaborasi, terutama dalam isu HAM. Kerja sama mereka dengan Kemenkumham pun sudah terjalin selama 10 tahun terakhir.
Selain berfokus pada program-program tersebut, FNF juga aktif menyelenggarakan berbagai pertukaran ilmu antara Jeman dan Indonesia. Moritz menyebut, FNF memiliki pusat pelatihan di Jerman dan mengundang banyak orang Indonesia untuk datang dan mengikuti IAF seminar.
Program kota ramah HAM
Komitmen FNF dalam berbagai program di semua bidang dituangkan lewat berbagai aktivitas seperti seminar, pelatihan, lokakarya, edukasi, sampai pendampingan langsung dan bekerjasama dengan LSM lainnya.
Salah satu program pendampingan langsung yang dilakukan FNF antara lain mewujudkan Kota Ramah HAM di Wonosobo, Jawa Tengah.
"Proyek di Wonosobo itu inisiatif dari kota itu sendiri. Mereka proaktif. Mereka mengajak kami untuk membantu mereka mewujudkan Kota Ramah HAM. Kami bertanya apa yang bisa kami lakukan untuk mereka, kemudian kami menyelenggarakan berbagai lokakarya tentang HAM," ucapnya.
Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, Wonosobo sendiri tak terdengar memiliki masalah dengan HAM. Namun Moritz mengungkapkan bahwa, tak perlu menunggu ada masalah untuk membuat perubahan.
"Kami juga bicara tentang bagaimana membuat kota ini layak huni. Anda tahu, trotoar, keamanan, dan kenyamanan. Mereka proaktif dalam menangani hak asasi manusia.”
Negara paling demokratis di ASEAN
Sepanjang kehadirannya di Indonesia, dia menilai persoalan HAM di Indonesia menjadi lebih baik, contohnya termasuk kebebasan untuk memilih dalam pemilu.
"Bagi saya, hak politik itu juga hak asasi manusia. Hak untuk memilih, hak untuk berkampanye," ujarnya.
"Dan pemilu tahun ini, akan menjadi pemilu ke-6 yang bebas, adil, dan damai seperti pemilu-pemilu sebelumnya," ujarnya sambil menambahkan bahwa Indonesia adalah negara paling demokratis di ASEAN.
Moritz juga mengakui bahwa kebangkitan generasi muda di masa kini adalah sebuah hal yang positif yang bisa dibanggakan.
"Tapi sebenarnya untuk membuat negara jauh lebih baik dan lebih besar, setiap warga negara itu penting." (ae)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!