Film Terburuk di Youtube
21 September 2012Sastrawan Inggris berdarah India itu, tidak menanggapi serius ancaman pembunuhan terhadap dirinya yang muncul baru-baru ini terkait kontroverssi novelnya.
Sebuah organisasi garis keras Iran, Minggu lalu menaikkan hadiah uang bagi pembunuhan Salman Rushdie menjadi 2,5 juta Euro atau sekitar 31 Milyar Rupiah. Awalnya fatwa mati terhadap Rushdie, yang menjadi terkenal di dunia Islam lantaran novelnya berjudul "Ayat-Ayat Setan", hanya diiming-imingi dengan hadiah uang sebesar satu juta Euro.
Adalah Yayasan Khordad ke-15 yang mengklaim akan membayarkan hasdiah uang setinggi itu terhadap pembunuh Rushdie. Nama yayasan tersebut diambil dari kalender Persia yang menandai penangkapan terhadap pemimpin revolusi Ayatollah Khomeini pada tanggal 6 Juni 1963.
Emosi membara
Pemimpin besar revolusi Iran Ayatullah Khomeini, mengeluarkan fatwa mati terhadap Rushdie tahun 1989 , karena novelnya dinilai melecehkan nabi Muhammad.
Rushdie menganggap, ancaman pembunuhan tersebut hanya memperlihatkan "ambisi sebagian ulama di Iran untuk muncul di halaman utama surat kabar." Hal ini dikemukakan Rushdi di sela-sela peluncuran Autobiography-nya di New York. Menurutnya, yayasan keagamaan milik Ayatollah Hassan Saneii itu sudah sejak lama menawarkan hadiah uang untuk ganti nyawanya, tapi cuma sedikit yang menganggap serius tawaran itu.
Kasus Rushdie mendapat dinamika baru bukan gara-gara hadiah uang, melainkan akibat video provokatif seorang warga AS berjudul "Innocence of Muslims", yang memicu kemarahan di hampir seluruh negara-negara muslim, di antaranya Libya, Mesir, Pakistan dan Indonesia.
Pakistan dan Afghanistan bahkan memblokir akses internet ke video tersebut dan melarang Youtube untuk sementara. Rushdie menilai film "The Innocence of Muslims" itu sebagai "video terburuk" di Youtube saat ini.
KIni umat Muslim yang bijaksana, menghadapi pertanyaan, bagaimana seharusnya mereka bereaksi terhadap provokasi barat seperti film "The Innocence of Muslims“ atau Novel Ayat-Ayat Setan.
Kepentingan Kelompok Tertentu
"Sebagian kaum Muslim menganggap, film karya sosok dengan nama samaran Sam Bacile itu adalah gema dari buku "Ayat-ayat Setan," ujar Emrys Schoemaker, pakar komunikasi di London School of Economics. Dulu interaksi antara bangsa dengan ideologi dan budaya yang berbeda dibatasi oleh waktu dan ruang.
Hal tersebut berubah di era dunia maya. "Isolasi sudah tidak ada lagi," kata Schoemaker. "Kelompok garis keras dari ideologi manapun, langusung bentrok tanpa melalui budaya diskusi." Hasilnya adalah mencuatnya kelopok-kelompok yang mengusung ideologi radikal dan cuma mewakili sebagian kecil masyarakat.
Lindsey German dari "Stop the War Coalition," sebuah lembaga inisiatif di Inggris yang menentang Perang Afghanistan, mengatakan, reaksi atas novel Rushdie dan video "Innocence of Muslims" harus dilihat dalam konteks yang lebih besar.
"Ini bukan soal seorang sastrawan. Tetapi soal kebijakan politik barat di Timur Tengah. Selama barat tidak mengubah kebijakannya terhadap negara-negara Islam, situasi semacam ini akan terus terulang, " katanya.
Adeel Khan, pakar hubungan dengan dunia Islam di Universitas Cambridge. memiliki pandangan berbeda. Menurut dia kaum muslim harus merujuk pada panutan terbaik dalam Islam dan menolak kekerasan.
"Nabi Muhammad selama hidupnya selalu memberikan maaf kepada musuh dan mengajarkan umatnya agar tidak melecehkan tuhan dari musuh-musuhnya," kata Khan kepada DW. Ia menambahkan, warga barat selayaknya lebih menghormati agama dan budaya milik bangsa lain. "Terutama di dunia yang berjejaring maya seperti sekarang ini."
Aktivis Syiah yang tinggal di Karachi, Pakistan, Syed Ali Mujtaba Zaidi bahkan mendesak agar warga barat lebih berhati-hati."Penting bagi barat untuk mencamkan, bahwa kami tidak mentolelir penghina agama. Kami akan membuat kehidupan orang semacam itu menjadi neraka, agar yang lain tidak menirunya", ancam dia.
Rushdie Hanya Dipandang Sebagai Pengarang
Wartawan Pakistan, Mohsin Sayeed menilai tulisan Rushdie cuma dapat dibaca di negara-negara barat. Ia menilai novel Ayat-ayat setan bukan sebagai karya yang cemerlang. Buku itu menurutnya "ditulis dengan buruk."
Namun Sayeed sebaliknya memuji karangan Rushdi yang lain, Midnight's Children, sebagai buku yang "luar biasa." Buku itu berkisah seputar perpecahan di wilayah jajahan Inggris di Asia Selatan. "Kita tidak seharusnya menganggap 'ayat-ayat setan' terlampau serius," katanya. "Saya kira, nabi Muhammad tidak akan mempedulikan karya picisan semacam itu", tegasnya.
Penulis Pakistan Salman Usmani mengatakan, kebanyakan orang yang mengecam Rushdie belum membaca buku-bukunya. "Kalau ini soal penulis yang kontroversial, orang biasanya hanya meributkan isi yang spesifik dan tidak menyadari sesuatu yang baru dalam penceritaannya," tukas Usmani.
Dia membandingkan dengan buku James Joyce berjudulu "Ulysses", yang memicu kontroversi awal abad ke-20 lantaran kritik sosial terhadap budaya Barat. Rushdie sejauh ini di kalangan pengarang dan kritikus di Asia Selatan, hanya dipandang sebagai penulis roman, dan karya-karyanya yang memperkaya sastra berbahasa Inggris belum sepenuhnya dihargai.