Eropa dan Krisis Lebah
21 Januari 2014Peternak lebah, aktivis lingkungan dan ilmuwan di Eropa mengeluhkan jumlah lebah yang semakin berkurang dan khawatir akan buah dan sayur yang tidak bisa diserbuki lagi. Tapi di waktu bersamaan, muncul laporan yang mengatakan bahwa jumlah populasi lebah madu di seluruh dunia bertambah pesat hingga mencapai tujuh persen.
Menurut Peter Rosenkranz dari Universitas Hohenheim, jumlah bertambah karena kini ada lebih banyak peternak lebah. "95 persen populasi lebah adalah berkat para peternah lebah madu", jelas pakar biologi tersebut. Jadi mereka bisa menentukan, berapa banyak lebah yang beterbangan di ladang dan rumput. Namun, setiap tahun jumlahnya juga berkurang karena dampak bahan kimia dan parasit Tungau Varroa. Pada musim dingin, jumlah lebah yang mati mencapai 30 persen seluruh populasi. Jumlah tersebut harus digantikan di musim semi.
Masalah yang lebih besar adalah jumlah lebah yang hidup secara liar. Khususnya di lokasi pertanian yang menyemprotkan pestisida dalam jumlah besar, hampir tidak ada lagi lebah liar.
Lebah 'to go'
Hasil penelitian terbaru para ilmuwan dipublikasikan di majalah online PLOS ONE. Mereka menuntut adanya lebih banyak lebah bagi lebih banyak tanaman untuk kepentingan produksi bahan bakar hayati. Ini berarti petani harus memesan lebah dari peternak lebah sesuai kebutuhan dan membayarnya. Sisanya akan dilakukan para lebah dengan sendirinya. Tren layanan lebah sebagai serangga penyerbuk utama mulai ditemukan di Eropa. Di negara lain seperti Amerika Serikat atau Cina, ini sudah menjamur.
Pertanyaan berikutnya adalah: tanaman apa yang diperlukan? Dari raps atau bunga matahari akan diperoleh madu berkualitas baik. Tapi sayangnya, petani lebih sering menanam jagung untuk produksi bahan bakar bio di Eropa. Rosenkranz menjelaskan, "Jagung bukan tanaman yang disukai lebah." Jadi jagung tidak akan menguntungkan bagi peternak lebah. Karena itu para peneliti menuntut dipilihnya tanaman bagi produksi bahan bakar bio yang juga "menarik" bagi para peternak lebah.
Tanaman ramah lebah
Alternatif lain masih ada. Misalnya menghasilkan bahan bakar dari taman bunga. Hasilnya memang lebih sedikit. Kira-kira hanya 30 hingga 40 persen. Kelebihannya, lebah akan bekerja di lokasi yang lebih sehat dan berbagai spesies bunga akan terus mengalami reproduksi. Tapi Rosenkranz khawatir, para petani tidak akan menyetujuinya. Sulit untuk meyakinkan mereka untuk merelakan keuntungan lima hingga sepuluh persen demi taman bunga yang ekologis.
Saat ini ilmuwan di pusat teknologi pertanian Augustenberg (LTZ) tengah menguji berbagai campuran serbuk sari yang berbeda-beda. Campuran tersebut harus ramah bagi lebah dan ekologis.