1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiVietrnam

Ekonomi Vietnam Terus Meroket, Apa Penyebabnya?

16 Oktober 2024

Bank Dunia memprediksi Vietnam akan menunjukkan pertumbuhan terkuat di antara negara-negara ekonomi berkembang di Asia Tenggara.

https://p.dw.com/p/4lqjQ
Industri manufaktur di Vietnam
Pabrik mobil listrik VinFast di VietnamFoto: NHAC NGUYEN/AFP/Getty Images

Menurut perkiraan terbaru dari Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Vietnam diperkirakan mencapai 6,1% pada akhir 2024 dan 6,5% pada 2025.

Kedua perkiraan ini lebih tinggi dibandingkan prediksi pada April, dengan peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh pemulihan ekspor manufaktur, pariwisata, dan investasi, menurut laporan tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa Vietnam bisa mengalami pertumbuhan yang lebih besar pada 2025 dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya seperti Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, dan Filipina.

"Vietnam memang menghadapi beberapa tantangan serius, terutama di sektor domestik yang lemah dan ketergantungan berlebihan pada sektor investasi asing langsung (FDI), namun dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, prospek ekonominya tetap cerah," kata Nguyen Khac Giang, peneliti dan rekan tamu di ISEAS Institute kepada DW.

Apa penyebab ekonomi Vietnam terus tumbuh?

Seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya, Vietnam sangat bergantung pada investasi asing langsung (FDI).

Antara 2021 dan 2023, aliran masuk FDI ke Vietnam, Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina rata-rata mencapai sekitar $236 miliar (sekitar Rp3.681,6 triliun) per tahun, menurut Laporan Investasi ASEAN 2024.

Saat investor Barat mencoba mengurangi ketergantungan mereka pada Cina di tengah ketegangan geopolitik antara Washington dan Beijing, negara-negara Asia Tenggara menjadi pilihan utama untuk investasi asing dari AS, Jepang, dan Uni Eropa.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Nguyen mengatakan Vietnam memanfaatkan ketegangan tersebut.

"Saya pikir Vietnam dapat mempertahankan momentum pertumbuhannya berkat keunggulan domestik dengan populasi 100 juta dan kelas menengah yang terus berkembang, serta mengoptimalkan manfaat dari posisinya dalam persaingan kekuatan besar antara Cina dan AS," katanya.

Cina juga berinvestasi di Asia Tenggara, dengan Beijing dan Hanoi membangun "kemitraan strategis komprehensif" pada 2008.

'China Plus One'

Seperti Cina, pertumbuhan ekonomi Vietnam berada di bawah kendali sistem satu partai, dengan Partai Komunis memiliki kendali penuh atas fungsi negara, organisasi sosial, dan media.

"Cina adalah mitra dagang terbesar Vietnam, tetapi yang lebih penting, Cina memainkan peran penting dalam sektor manufaktur Vietnam karena sebagian besar bahan baku berasal dari Cina. Saya tidak berpikir itu akan berubah dalam waktu dekat," kata Nguyen.

"China Plus One" adalah strategi bisnis ekonomi global bagi investor untuk mengurangi ketergantungan penuh pada pasar dan rantai pasokan di Cina, dengan memperluas ke negara lain sambil tetap mempertahankan kehadiran di negara Asia tersebut.

Negara-negara Asia Tenggara dianggap sebagai alternatif yang cocok.

Bich Tran dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan kepada DW bahwa Vietnam sering menjadi pilihan utama.

"Vietnam adalah salah satu pilihan utama bagi banyak perusahaan dengan kebijakan China Plus One karena kedekatan geografis dan budaya yang serupa," kata Tran.

"Bagi mereka yang sudah beroperasi di Cina, pindah ke Vietnam lebih mudah, dan bekerja dengan orang Vietnam lebih familiar dibandingkan dengan Indonesia atau Malaysia," tambahnya.

"Namun demikian, Vietnam jauh lebih kecil daripada Cina, sehingga hanya dapat menyerap sejumlah kecil perusahaan yang ingin relokasi. India, jika mereka membuka ekonominya, akan memiliki peluang lebih baik untuk bersaing dengan Cina dibandingkan Vietnam," tambahnya.

Vietnam menarik ekonomi Barat

Amerika Serikat adalah mitra dagang terbesar kedua Vietnam dan pasar ekspor terbesar.

Pada September 2023, Washington dan Hanoi meningkatkan hubungan diplomatik mereka, menandatangani "Kemitraan Strategis Komprehensif untuk Perdamaian, Kerja Sama, dan Pembangunan Berkelanjutan." Analis mengatakan perjanjian ini sebagian besar untuk meningkatkan manfaat ekonomi.

Amerika Serikat adalah salah satu dari daftar mitra strategis Vietnam yang terus bertambah, termasuk Australia, Cina, India, Rusia, Korea Selatan, dan baru-baru ini Prancis.

Namun, investasi besar dari Washington adalah kunci peluang ekonomi bagi Vietnam.

Apple, raksasa teknologi AS, kembali dinobatkan sebagai perusahaan paling berharga di dunia tahun ini.

CEO Apple CEO Tim Cook di Hanoi
CEO Apple Tim Cook terlihat saat berkunjung ke Hanoi pada 2024Foto: NHAC NGUYEN/AFP

Vietnam telah menjadi lokasi manufaktur penting bagi perusahaan tersebut, dengan Apple menginvestasikan lebih dari $15 miliar (sekitar Rp234 triliun) di negara itu dalam lima tahun terakhir.

Vietnam memiliki biaya tenaga kerja yang rendah dan tenaga kerja yang muda dan besar, dengan 58% dari populasi hampir 100 juta berusia di bawah 35 tahun, menjadikan negara ini tempat yang menarik untuk investasi.

Reformasi struktural sebagai langkah lebih lanjut

Pertumbuhan yang kuat menghadapi hambatan domestik, meskipun Vietnam menjadi salah satu negara dengan ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di kawasan, Vietnam memiliki reputasi buruk dalam hal korupsi, sensor politik, hak asasi manusia, dan masyarakat sipil.

Perusahaan kecil dan menengah di Vietnam mengalami kesulitan untuk menjadi kompetitif seperti produsen yang mengekspor ke pasar internasional.

Karena perubahan iklim, seperti Topan Yagi baru-baru ini, harga kebutuhan pokok seperti produksi pangan juga meningkat. Vietnam juga sering menghadapi kekurangan listrik, dan para ahli mengatakan negara ini harus meningkatkan penggunaan energi terbarukan.

Vietnam Mulai Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Sebastian Eckardt, manajer praktik untuk Asia Timur di Bank Dunia, mengatakan reformasi struktural diperlukan.

"Selama paruh pertama tahun ini, ekonomi Vietnam mendapat manfaat dari pemulihan permintaan ekspor. Untuk mempertahankan momentum pertumbuhan tidak hanya sepanjang sisa tahun ini tetapi juga dalam jangka menengah, pihak berwenang harus memperdalam reformasi struktural, meningkatkan investasi publik, sambil hati-hati mengelola risiko keuangan yang muncul," kata Eckardt.

Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris