Papua: "Penegakan HAM Penting Untuk Wujudkan Rasa Aman"
10 Desember 2019Membicarakan Papua adalah hal sensitif, apalagi bagi para mahasiswa Indonesia di luar negeri. Tapi itu tidak menghalangi mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam kelompok "SuaraKami" untuk menggelar diskusi dengan judul "Apa Kabar Papua", hari Sabtu (7/12) di gedung Couvenhalle, Universitas Teknik Aachen, Jerman.
"Kita menyelenggarakan acara ini untuk merespon masalah yang sedang jadi sorotan, khususnya kasus rasisme dan intoleransi yang terjadi di Papua", kata Asa Detristo dari SuaraKami. "Kami berhadap dengan adanya acara ini, kita bisa lebih terbuka, lebih banyak mendengar daripada berbicara", tambahnya.
Papua belakangan kembali menjadi sorotan media-media internasional, setelah pergolakan kembali terjadi. Pemicunya adalah serangan rasisme yang dilakukan sekelompok massa yang dibantu aparat keamanan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya bulan Agustus lalu.
Selain tindakan kekerasan, massa juga mengeluarkan umpatan rasis dan merendahkan dengan menyebut warga Papua monyet, anjing dan babi. Bukannya melakukan perlindungan, aparat yang ada di lokasi malah ikut menyerbu dan melakukan penangkapan sewenang-wenang. Aksi protes pun muncul di berbagai kota di Papua, disertai aksi pembakaran. Pemerintah di Jakarta bereaksi dan mengerahkan ribuan pasukan tambahan.
Mendengar suara dari Papua
"Harapan kami, apa yang kami sampaikan bisa menjadi perspektif baru bagi teman-teman Indonesia yang ingin tahu apa yang sedang terjadi di Papua saat ini" dan apa saja isu-isu yang berkembang di sana, kata Renhard Leo Leleran, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Papua (PMP) di Jerman.
"Saya berharap kita bisa mempererat persaudaran kita, dan kita bisa melihat bahwa memang ada situasi riil di Papua yang tidak bisa diabaikan lagi," tambahnya. Dia berharap Indonesia dan Papua akan menjadikan "Hak Asasi Manusia sebagai gerbong utama untuk mewujudkan rasa aman" secara bersama-sama.
Acara ini dihadiri narasumber dari berbagai latar belakang, di antaranya perwakilan Perhimpunan Mahasiswa Papua di Jerman, ketua Persatuan Pelajar Indonesia Jerman (PPI) Jerman, jurnalis senior, serta tokoh agama dan HAM.
Selain tentang kondisi HAM di Papua, sekitar 60 orang yang hadir juga bisa mendengar pemaparan tentang sejarah dan kehidupan sosial masyarakat Papua, soal keterbatasan pers dan betapa sulitnya meliput di Papua karena rumitnya birokrasi perizinan, hingga pembahasan beberapa kasus HAM yang meninggalkan luka mendalam dan sampai saat ini belum juga diusut dan belum terungkap.
"Saya sebagai orang Indonesia yang bukan keturunan Papua merasa orang-orang Papua adalah saudara saya dan layaknya saudara, saya akan sangat sedih kalau saudara-saudara pergi meninggalkan saya, dan sebagai saudara saya sangat berharap untuk tidak melepas saudara saya dan akan terus berjuang agar saudara-saudara Papua tetap menjadi saudara saya," kata salah satu narasumber, Dr. Fidelis Waton, ketika ditanya mengenai harapannya untuk Papua ke depan.
"Bukan untuk menuding siapa yang salah, tetapi berdialog"
Acara ini "bukan untuk menunjuk hidung siapa yang bersalah, tetapi untuk duduk dan berdialog saling mendengarkan,” kata moderator diskusi Ayu Dewi sebagai statement penutup.
Ketua PPI Jerman Yitzhak Karunia Simatupang menyambut acara "Apa Kabar Papua" karena mendudukan banyak pihak, wakil mahasiswa Papua, wakil mahasiswa Indonesia, rohaniwan dan pengamat agar bisa berbicara "dari hati ke hati". Ini adalah langkah yang bagus dalam "menghadapi problem Indonesia yang sekarang, yaitu intoleransi," katanya.
Acara ini juga diselingi dengan kuis dan komedi sketch, yang kemudian ditutup dengan tarian, band, serta makan bersama untuk mempererat kebersamaan. SuaraKami menurut pernyataannya sendiri adalah "pergerakan pemuda non-profit dan non-partisan di bidang sosial politik dalam lingkup demokrasi Indonesia yang berasal dari Aachen, Jerman. SuaraKami ingin membawa "warna baru dalam sistem politik Indonesia, dengan ide dan terobosan baru, yang didukung semangat dan perspektif muda".
hp/vlz (SuaraKami/PMP/PPI)