Perusaaan Lokal Didi Chuxing Telan Uber di Cina
2 Agustus 2016Didi ChuXing hari Senin (01/08) mengkonfirmasi pengambilalihan Uber di Cina, mengakhiri persaingan ketat mereka di pasar lokal selama dua tahun. Uber Technologies sekarang hanya memegang sekitar seperlima saham Didi dan menyatakan akan menyerahkan kendali bisnis sepenuhnya kepada pesaingnya.
Apa kiat Didi membungkam kebesaran Uber? Apakah strategi Didi sebentar lagi akan ditirun oleh kompetitor lokal di seluruh Asia?
Para analis melihat beberapa faktor utama yang membuat Uber akhirnya menyerah: Didi punya dukungan perusahaan internet terkuat di Cina, punya koneksi erat dengan pemerintah daerah, mampu menarik dukungan sopir taksi lokal dan dengan cepat memperluas layanan ke sarana transportasi lain, seperti bis, yang selama ini diabaikan Uber. Selain itu, Didi punya pengalaman dan pemahaman baik tentang budaya dan konsumen lokal.
Yang mengamati dengan seksama akuisisi Uber oleh Didi adalah Grab, kompetitor besar lainnya di Asia Tenggara. Selama ini, Grab bersaing ketat dengan Uber di pasaran Asia Tenggara, terutama di Singapura dan Vietnam. Grab sendiri mengklaim menguasai 95 persen pangsa pasar layanan jasa taksi online, di sektor kendaraan pribadi lebih dari 50 persen, di seluruh Asia Tenggara.
"Investor kami dan mitra globalnya Didi secara efektif memenangkan pertarungan merebut dominasi pasar di China," tulis Ditektur utama Grab, Anthony Tan dalam sebuah memeo kepada para stafnya."Kami sudah memprediksi itu akan terjadi, jika para kompetitor lokal tetap mempertahankan nilai-nilai dan kekuatannya. Mereka bisa menang," tulisnya.
Grab dan Didi tahun lalu membentuk aliansi dengan start up India Ola dan operator Amerika Serikat Lyft. Grab akan menjadi pesaing kuat memperebutkan pasar lokal bagi Uber, kala Jeremy Carlson, analis utama di IHS Markit."Grab tahu betul apa yang dilakukan Didi di Cina dan akan mengulangi itu," misalnya dengan menawarkan layanan lebih luas, kata Hans Tung, dari GGV Capital, yang menginvestasiklan dana di Grab dan Didi. Grab juga didukung oleh bank-bank dan pebisnis lokal berpengaruh, seperti SoftBank Corp di Jepang, China Investment Corp, dan Temasek Holdings di Singapura.
Perusahaan-perusahaan lain juga mengandalkan pengetahuan lokal mereka. Ola baru saja mengakuisisi layanan pembayaran online lokal Qarth, yang punya koneksi erat ke perbankan India, untuk memperluas opsi penumpang membayar online.Uber memang pernah disorot karena berusaha masuk ke pasar Cina awal 2014 tanpa memiliki pemahaman budaya lokal serta dinamika bisnis dan konsumen di kawasan. "Uber mencoba mengimpor beberapa ide-ide yang mungkiberfungsi di pasar lain, dan mencoba menerapkan hal-hal itu di Cina," kata Jeremy Carlson. Namun Uber gagal mendominasi pasar.
Di Indonesia, negara dengan lebih 250 juta penduduk, Uber menghadapi tantangan serupa. Tahun lalu Uber terlalu cepat mengumumkan bahwa mereka sudah mendapat persetujuan untuk beroperasi diJakarta, padahal belum ada persetujuan.
Tapi keluarnya Uber dari Cina boleh jadi memperkuat posisi mereka di negara-negara lain dengan mengandalkan dana yang sekarang dihemat di Cina. Uber sebelumnya menghabiskan miliaran dolar untuk bersaing di Cina, sekarang dana itu bisa digunakan di tempat lain.
"Kapasitas sekarang akan kami kerahkan ke India dan Asia Tenggara. Manik Gupta (direktur Uber Asia) baru-baru ini ada di India, dan kami akan membuat produk yang lebih baik," kata seorang petinggi Uber yang tak ingin disebut namanya.
Tentu saja para kompetitor tidak tinggal diam. "Dengan kesepakatan di Cina, kami prediksikan Uber akan lebih mencurahkan perhatian dan mengalihkan sumber dayanya ke wilayah ini," demikian peringatan Direktur Utama Grab Anthony Tan dalam memo kepada para stafnya.
hp/ap (rtr)