Dampak Perubahan Iklim Terhadap Banjir di Seluruh Dunia
17 September 2024Banjir ekstrem telah memaksa puluhan ribu orang mengungsi dari rumah mereka, setelah wilayah cukup luas di Austria, Republik Ceko, Polandia, dan Rumania dilanda hujan lebat selama berhari-hari.
Banjir itu merupakan peristiwa teranyar tahun ini, setelah sebelumnya ribuan warga di selatan Jerman terpaksa mengungsi saat banjir ekstrem melanda musim panas ini. Di negara lainnya di dunia, Uni Emirat Arab dan Oman mengalami curah hujan terekstrem sepanjang sejarah. Banjir di Kenya juga telah merenggut banyak nyawa dan memicu tanah longsor. Bahkan di Brasil, banjir telah merusak wilayah seluas negara Inggris dan memaksa lebih dari setengah juta orang mengungsi.
Jika banjir di pesisir pantai sebagian besar disebabkan oleh angin dan air pasang, banjir di sungai, meluapnya air tanah, dan banjir bandang semuanya terkait dengan curah hujan yang tinggi. Meningkatnya suhu global, yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, juga memicu hujan menjadi lebih sering terjadi dengan curah hujan makin tinggi di sebagian besar wilayah dunia.
Sains di balik terjadinya banjir ekstrem
Pemodelan pola curah hujan adalah proses yang sangat rumit. Namun mengikuti satu prinsip fisika dasar, yakni udara panas akan menahan lebih banyak uap air.
Gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer bertindak seperti selimut bumi, yang memerangkap panas dan menyebabkan suhu meningkat. Hal ini menyebabkan penguapan air di daratan dan di lautan menjadi lebih cepat, itu juga berarti saat hujan turun, volume air yang tercurah sangat tinggi. Dan jika curah hujan dalam jumlah besar diepaskan ke bumi dalam waktu singkat, fenomen itu dapat memicu banjir.
Kapasitas udara untuk menahan uap air juga ikut meningkat sebesar 7%, untuk setiap kenaikan suhu 1 derajat Celsius. Sementara statistik menunjukkan, sejak era pra-industri, suhu udara global telah meningkat sekitar 1,3 derajat Celsius.
Kenaikan suhu juga membuat kandungan air di udara turun sebagai hujan, bukan sebagai salju, yang dapat membuat daerah dataran tinggi rentan terhadap banjir dan longsor. Sebuah studi pada 2022 yang diterbitkan dalam jurnal sains Nature menunjukkan, di beberapa daerah bersalju dan daerah dataran tinggi di Belahan Bumi bagian utara, curah hujan ekstrem meningkat rata-rata 15% per 1 derajat Celsius kenaikan suhu global.
Bagaimana perubahan iklim berdampak pada curah hujan global?
Perubahan iklim ikut berdampak pada frekuensi hujan lebat saat badai dan hujan deras yang terjadi tiba-tiba, sebagai imbas dari pengaruh perubahan iklim terhadap pola atmosfer dan cuaca yang kompleks.
Secara global, pada kenaikan suhu dunia yang semakin mendekati 1,5 derajat Celsius, curah hujan tinggi yang biasanya terjadi sekali dalam 10 tahun, kini terjadi 1,5 kali per dekade dan volume curah hujannya meningkat lebih dari 10%, menurut Panel Internasional PBB tentang Perubahan Iklim (IPCC).
Tahun lalu, Eropa mengalami intensitas hujan sekitar 7% lebih tinggi dari normal, di mana sebagian besar wilayah benua ini mengalami kondisi yang lebih basah dari rata-rata. Rekor curah hujan yang tinggi ini memicu banjir di Italia, Norwegia, Swedia, dan Slovenia.
Kemajuan dalam ilmu atribusi, telah memungkinkan para ahli untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara perubahan iklim dan peristiwa cuaca ekstrem dengan lebih akurat. Menurut salah satu penelitian, rata-rata 1 dari 4 rekor curah hujan ekstrem dalam dekade terakhir dapat dikaitkan dengan perubahan iklim.
Meskipun belum ada penelitian lebih lanjut yang mengkaitkan banjir di Jerman baru-baru ini, tapi curah hujan yang cukup tinggi menjadi lebih sering terjadi. Bahkan tahun lalu, curah hujan rata-rata naik 20% lebih tinggi dibanding pada 1991-2020.
Dan banjir yang melanda bagian barat Jerman, serta Belgia dan Belanda, pada 2021 lalu secara langsung dikaitkan dengan perubahan iklim.
Menurut para ilmuwan dari World Weather Attribution, sebuah lembaga akademis yang berbasis di Inggris, perubahan iklim membuat curah hujan melonjak antara 3% hingga 19% dan 1,2 hingga sembilan kali akan lebih sering terjadi.
Banjir di Brasil pada April dan Mei lalu juga menambah kemungkinan terjadinya peningkatan dua kali lebih banyak bencana banjir dan 9% akan lebih parah akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Seberapa besar dampaknya untuk penduduk Bumi?
Banjir menjadi salah satu bencana alam yang paling sering terjadi dan dampaknya sangat buruk. Arus yang deras berpotensi menghanyutkan orang-orang yang dicintai, bangunan infrastruktur yang cukup signifikan, bahkan satwa liar.
Bencana ini meninggalkan kesedihan dan kerusakan yang melumpuhkan ekonomi, di saat airnya surut. Sejak 2000, jumlah orang yang terpapar banjir diperkirakan meningkat sebesar 24%.
Saat ini, sebanyak 1,8 miliar orang, hampir seperempat populasi global, telah terpapar oleh dampak banjir, minimal satu kali dalam 100 tahun terakhir.
Di Eropa, Jerman adalah negara di posisi pertama di mana warganya menjadi yang paling berisiko terdampak banjir, disusul oleh Prancis dan Belanda. Pada 2023, sepertiga dari aliran sungai di benua ini terdampak banjir yang melebihi ambang batas 'tinggi' dan 16%-nya bahkan melebihi tingkat status 'parah'. Banjir pada bulan Desember tahun lalu juga merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, dengan tingkat aliran air 'sangat tinggi' di seperempat sungai Eropa.
Diperkirakan 89% warga yang berisiko terpapar banjir besar justru hidup di negara-negara berpenghasilan menengah-rendah, seperti di Asia Selatan dan Asia Timur, di mana 395 juta warga Cina dan 390 juta warga India telah terpapar banjir.
Menurut sebuah penelitian, jumlah orang yang bermukim di daerah dengan risiko banjir yang cukup tinggi semakin meningkat menjadi 122% sejak 1985. Tren ini juga diyakini didukung akibat urbanisasi yang sangat cepat, terutama di negara-negara berpenghasilan menengah-rendah, pada kota-kota yang terletak di dekat saluran air.
Apakah banjir akan semakin meningkat di masa depan?
Sains menunjukkan bahwa risiko banjir ekstrem akan terus meningkat jika dunia gagal membatasi laju pemanasan global.
Menurut IPCC, dengan kenaikan suhu sebesar 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, rekor curah hujan yang biasanya terjadi setiap 10 tahun sekali, nantinya akan semakin kerap menjadi 1,7 kali per dekade dan 14% lebih deras. Jika dunia menghangat hingga 4 derajat Celsius, hujan lebat yang biasanya terjadi sekali dalam satu dekade bahkan berisiko terjadi hampir tiga kali lebih sering dan curah hujan meningkat sebanyak 30% lebih banyak.
Bahkan, perhitungan Joint Research Center, layanan ilmu pengetahuan dan pengetahuan Komisi Eropa menyebutkan, jika tidak ada tindakan adaptasi yang diambil dan suhu global terus naik hingga 3 derajat Celsius, pada tahun 2100, banjir akan menyebabkan kerugian sebesar €48 miliar (sekitar Rp819 triliun) per tahun dan meningkatkan tiga kali lipat jumlah warga Eropa yang terdampak banjir.
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris
Sumber:
Laporan IPCC, 2021,
https://www.ipcc.ch/report/ar6/wg1/downloads/report/IPCC_AR6_WGI_SPM_final.pdf
Cuaca Ekstrem Eropa, 2023,
https://climate.copernicus.eu/widespread-floods-severe-heatwaves-esotc-2023-puts-europes-climate-focus
World Weather Attribution
https://www.worldweatherattribution.org/heavy-rainfall-which-led-to-severe-flooding-in-western-europe-made-more-likely-by-climate-change/y