1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Clinton Desak Hamas Mengakui Israel

4 Maret 2009

Melanjutkan lawatannya di Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, Rabu (04/03), bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas.

https://p.dw.com/p/H5ox
Menlu AS Hillary Rodham Clinton (kiri) Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah, Rabu (04/03).
Menlu AS Hillary Rodham Clinton (kiri) Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah, Rabu (04/03).Foto: AP

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton secara demonstratif menyatakan dukungannya terhadap Presiden Palestina Mahmud Abbas.

Di televisi Israel, Clinton menjelaskan bahwa kerja sama tidak mungkin dilakukan, jika Hamas terlibat dalam pemerintahan Palestina. Jika Hamas mengakui hak eksistensi Israel, perundingan dengan Hamas baru dapat dilakukan.

Usai berbicara dengan Perdana Menteri Salam Fayyad dan Presiden Mahmud Abbas di Ramallah, Clinton menggarisbawahi bahwa hanya pemerintah otonomi Palestina yang menjadi mitra Amerika Serikat.

"Amerika Serikat bertujuan untuk memperbaiki situasi di mana negara Palestina benar-benar terwujud. Negara yang merupakan mitra bertanggung jawab, yang menegakkan perdamaian dengan Israel dan negara Arab tetangga dan dapat diandalkan rakyatnya. Itulah negara yang ingin dibangun oleh pemerintah ini,“ ungkap Clinton di Ramallah.

Di Ramallah, pengakuan terhadap pemerintah otonomi dianggap sebagai hal wajar. Lawatan menteri luar negeri Amerika Serikat tidak membangkitkan harapan akan perubahan di kawasan Tepi Barat Yordan. Bendera Amerika Serikat tidak tampak berkibar di wilayah itu, berbeda dengan kunjungan pejabat Amerika Serikat sebelumnya.

Presiden Abbas sudah mengharapkan pernyataan tegas dari Clinton. Sejak beberapa hari sebelumnya, Abbas menekan bahwa dirinya baru akan melibatkan diri dalam perundingan dengan Israel, jika Israel menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat Yordan. Dalam sejumlah perjanjian internasional, Israel wajib untuk mengakhiri pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina, namun Israel tidak mematuhinya.

Jalur Gaza
Jalur GazaFoto: AP

Abbas mengecam politik Israel tersebut dan juga pembongkaran sejumlah rumah di wilayah pemukiman Arab di Yerusalem yang dimulai pekan ini.

Dikatakannya, "Pihak yang melanjutkan politik ini adalah pihak yang tidak tertarik pada perdamaian. Untuk itu kami telah sepakat bahwa Israel harus menghentikan politik pembangunan pemukiman Yahudi dan berhenti membongkar rumah-rumah warga Arab. Ini merupakan indikator bahwa Israel tidak menginginkan perdamaian. Penghentian tindakan ini merupakan bagian dari kewajiban dan perjanjian peta jalan perdamaian. Jika politik pemukiman Yahudi dan pembongkaran rumah warga Arab tidak dihentikan, maka Israel tidak akan dianggap sebagai mitra dalam proses perdamaian, dan kami juga."

Pemerintah kota Yerusalem ingin membongkar 88 rumah di pemukiman Arab, Silwan, dan lahannya akan dialihfungsikan sebagai taman.

Senin lalu (02/03), buldoser mulai meratakan rumah pertama. Menurut pandangan Israel, pemukiman tersebut ilegal. Para pemukim Palestina kawasan itu menilai pembongkaran rumah-rumah tersebut sebagai indikasi pengusiran sistematis warga Arab dari Yerusalem. Hillary Clinton lepas tangan terhadap tindakan Israel.

"Tindakan semacam ini tidak membantu, dan tidak mematuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian peta jalan perdamaian. Ini merupakan tema yang akan kami angkat dalam pembicaraan dengan pemerintah Israel dan pemerintah kota Yerusalem,“ kata Clinton.

Hillary Clinton menghilangkan aksen baru dalam politik Timur Tengah Amerika Serikat. "Waktu mendesak kita," ujar Clinton menyinggung pentingnya kemajuan dalam proses perdamaian. Clinton juga menyatakan, dalam waktu dekat akan menugaskan kembali utusan khusus Timur Tengah George Mitchell, segera setelah selesainya pembentukan pemerintahan Israel yang baru. (ls)