Chandra dan Bibit Dipindah ke Tahanan Markas Brimob
30 Oktober 2009Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mempersilahkan bila ada pihak yang ingin mempraperadilankan kasus yang terkait dengan penahanan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Pernyataan itu disampaikan Kepala Kepolisian Indonesia Bambang Hendarso Danuri untuk menjawab tudingan sejumlah kalangan yang menduga adanya rekayasa dalam kasus itu, menyusul beredarnya transkrip rekaman pembicaraan antara sejumlah pejabat kepolisian dan kejaksaan yang mengindikasikan rencana kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
Kapolri menegaskan, penahanan kedua pimpinan KPK itu murni penegakan hukum. Keduanya ditahan dengan alasan untuk mencegah penghilangan barang bukti dan agar dua petinggi KPK itu tidak mempengaruhi publik. Polisi mengatakan, keduanya dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang dan pemerasan dalam penanganan kasus korupsi bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo.
Polisi mengatakan mempunyai bukti berupa kesaksian dari PT direktur Masaro Radiokom Anggoro Wijoyo, yang menyatakan telah memberikan uang kepada Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, saat diburu atas kasus korupsi.
Bagaimanapun, penahanan itu dilakukan polisi di tengah keraguan publik atas kemurnian kasus itu, setelah beredarnya rekaman pembicaraan antara orang yang diduga sebagai adik kandung Anggoro Widjoyo yaitu Anggodo Widjojo dengan pejabat polisi dan kejaksaan. Dalam rekaman tersebut disebut-sebut upaya mengarahkan keterangan saksi. Nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebut-sebut dalam pembicaraan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi PT Masaro Radiokom yang menjadikan Anggoro, kakak dari Anggodo, sebagai tersangka.
Merasa dikriminalisasi, Bibit dan Chandra kemudian mengajukan uji materi Undang Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi, mereka meminta agar bukti rekaman penyadapan itu dibuka. Mahkamah Konstitusi MK memerintahkan agar KPK menyerahkan rekaman percakapan tersebut selambatnya tanggal 3 November 2009. Polisi sejauh ini telah memastikan, akan segera meminta pengadilan menyita rekaman tersebut, dan berjanji untuk mempublikasikanya kepada publik. Menurut Polisi langkah ini dilakukan untuk mengklarifikasi kebenaran isi rekaman tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki dalam deklarasi "Indonesia Darurat Keadilan" di kantor Imparsial, Jumat (30/10), menyatakan penahanan ini merupakan preseden buruk. Ia berpendapat harus ada tindakan afirmatif dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam merespon kekisruhan ini, yaitu dengan membentuk tim independen untuk menginvestigasi kemelut antara KPK, kepolisian dan kejaksaan. Namun agar kerja tim tak sia-sia, Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko mensyaratkan tim tersebut mampu memberi rekomendasi yang sifatnya mengikat atau harus dijalankan oleh penegak hukum. Tim ini juga haruslah memiliki akses ke seluruh dokumen yang dimiliki Mabes Polri serta KPK termasuk rekaman penyadapan yang transkripnya kini beredar di masyarakat.
Zaki Amrullah
Editor: Ayu Purwaningsih