Bumi Masuki Zaman Anthropocene
15 Februari 2013Para geolog dan ilmuwan disiplin lainnya, sejak beberapa dekade mengamati sebuah perubahan besar geologis yang dramatis. Sebuah lingkungan yang dikatakan alami, seperti pemikiran romantis, sebenarnya tidak ada lagi di era masyarakat industri yang makin maju.
Di zaman awal sejarah bumi, hutan belantara masih meluas dengan sendirinya. Pemandangan ditandai dengan sungai-sungai, gunung berapi, pergerakan bumi dan perubahan iklim secara alami. Saat ini, umat manusia yang punya andil besar yang mempengaruhi proses perkembangan bumi.
Peneliti menunjuk perubahan iklim global sebagai contohnya. Perubahan dipercepat lewat tingginya emisi gas rumah kaca dan sebagai akibatnya temperatur global naik. Dampak ikutannya adalah naiknya permukaan laut yang menyebabkan perubahan dalam skala besar pada kehidupan pesisir. Pakar iklim juga memperingatkan munculnya musim kering yang dipicu oleh manusia di sejumlah besar wilayah dunia dan juga perusakan tanah-tanah subur.
Perpisahan dari alam
Kenyataan ini juga memicu perubahan pemikiran yang radikal dalam ilmu pengetahuan. Saat ini tidak ada lagi alam yang berlawanan dengan budaya manusia dan yang berkembang sendiri seperti dulu. Kini bumi serta lingkungannya dipengaruhi secara masif oleh manusia.
Karena itu periset berbicara tentang zaman yang dipengaruhi manusia atau "Anthropocene". Konsep itu mengguncang inti interpretasi mengenai dunia yang ada saat ini.
Pasalnya, sampai sekarang orang terutama membedakan antara "alam yang kerap baik" dan "manusia yang sering jahat dengan teknologinya", ujar Reinhold Leinfelder, geolog dari Freie Universität Berlin yang secara intensif melakukan penelitian tentang Anthropocene. Namun baginya perbedaan ini sudah lama tidak berlaku lagi.
"Kita saat ini sudah sedemikian jauh. Manusia sudah mengubah alam sedemikian rupa sehingga kita harus mengatakan, alam menurut pengertian masa lalu itu sudah tidak eksis lagi." Begitu dijelaskan Leinfelder. Dan alam ini tidak bisa lagi dipisahkan dari cirinya saat ini, juga tidak dari teknologi.
Dataran bumi sudah berubah
Menurut konsep Anthropocene, manusia dan alam merupakan sebuah kesatuan. Dengan begitu tidak berlaku lagi antitesis lingkungan yang berkembang alami di satu sisi dan masyarakat berteknologi di sisi lain. Pakar geolog Leinfelder melihatnya sebagai konsekuensi, sebab saat ini saja manusia sudah mengubah sekitar 75 persen dari dataran kerak bumi.
Misalnya melalui kegiatan pertanian industrial yang melakukan pengolahan tanah secara besar-besaran. Begitu juga dengan pembangunan di kota-kota dan pertambangan. Saat ini jumlah dataran bumi yang dipindahkan, 30 kali lipat lebih banyak ketimbang melalui proses alami.
Tambahan lagi makin banyak jenis hewan yang punah. Diperkirakan, jumlahnya sekitar seratus kali lebih tinggi dibandingkan bila itu terjadi pada proses alami. Sejumlah periset bahkan memperkirakan tingkat kepunahan hingga seribu kali lebih banyak. Yang pasti bagi Reinhold Leinfelder adalah "Sedimen, berupa lapisan geologis yang kita miliki di masa depan, kebanyakan merupakan hasil ulah kita sendiri."
Industrialisasi sebagai titik balik
Endapan sedimen masa depan memang akan menunjukkan campur tangan manusia terhadap lingkungan. Para arkeolog akan menemukan sisa hewan peliharaan yang berguna bagi manusia di lapisan sedimen, dan juga jejak-jejak tanaman yang dibudidayakan serta partikel plastik.
Endapan sedimen karakteistik semacam itulah yang terlihat pada setiap era geologis. Periode terbaru adalah Holocene yang dimulai sekitar 11.000 tahun silam, jadi setelah zaman es terakhir dan ditandai terutama lewat kondisi lingkungan yang stabil. Periode Holocene itu kemudian diganti oleh periode Anthropocene.
Namun para periset ridak sepakat dalam penentuan waktu, kapan periode Anthropocene mulai. Pertanian dimulai sekitar 10.000 tahun lalu. Berbarengan dengan itu mulailah intervensi manusia terhadap alam secara sistematis. Hanya, campur tangan saat itu masih terbatas lokasinya. Tetapi periset sepakat bahwa proses mempengaruhi alam secara global, selambatnya dimulai sejak industrialisasi abad ke-18.
Eksperimen berskala planet
Akhir abad ke-18 hingga awal ke-19 kita sudah memulai eksperimen berskala planet," kata Jürgen Renn, Direktur Sejarah Ilmu Pengetahuan di Max-Planck-Institut di Berlin. "Saat itu orang tentu sudah dapat melihat dampaknya, namun hingga saat ini dampak itu masih merupakan tantangan bagi kita," tambah ilmuwan itu.
Yang termasuk ke dalam tantangan itu misalnya endapan timah hitam di lapisan tanah yang masih dapat ditemukan saat ini. Sejak industrialisasi, intervensi terhadap alam semakin meningkat.
Budidaya monoklutur membuat tanah subur terkikis. Pertambangan pada permukaan bumi menggeser gunung, pembersihan tanah garapan mengubah keseluruhan budidaya tanaman, dan juga pelurusan sungai-sungai. Belum lagi perluasan daratan di kawasan pesisir.
Juga sampah radioaktif yang masih dapat ditemukan hingga ratusan ribu tahun ke depan. Semuanya ini menandai bumi kita untuk selamanya. Karena alam dan manusia serta teknologinya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Tak mungkin kembali
Profesor Helmuth Trischler, sejarawan teknologi juga berpendapat sama. "Melalui intervensi manusia terhadap alam, bumi yang telah diubah tidak akan bisa kembali ke bentuk semula", kata Trischler. Ia yakin bahwa "Kita tidak dapat kembali ke kondisi periode Holocene."
Masalah yang timbul misalnya, pengurasan kekayaan laut, tanah yang gersang atau bukit-bukit sampah. Dan ke depan tantangan-tantangan ini tidak mungkin dapat diatasi tanpa teknologi dan intervensi lainnya terhadap alam.
Oleh karena itu diperlukan teknologi baru yang tidak memperburuk masalah yang sudah dikenal. Penghapusan masyarakat industri untuk mengatasi masalah bukan merupakan penyelesaian.
Oleh sebab itu, pada periode Anthropocene manusia dengan teknologinya hrsus dilihat sebagai bagian dari alam. Ilmuwan Jürgen Renn juga yakin bahwa tidak akan ada periode baru lagi setelah Anthropocene. Yang penting saat ini adalah bagaimana caranya membentuk periode ini secara bertanggung jawab.
Sebab itu diskusi mengenai Anthopocene terutama ingin mempertajam kesadaran : bahwa kita hidup di sebuah periode geologis yang telah kita intervensi dan kita harus bertanggung jawab membentuknya secara berkelanjutan.
LINK: http://www.dw-world.de/dw/article/0,,16596966,00.html