260411 Guantanamo Wikileaks
27 April 2011Ini merupakan proses yang amat sulit. Begitu ungkap wartawan New York Times Scott Shane, setelah berminggu-minggu meneliti data-data analisa kepribadian tahanan Guantanamo yang dibocorkan oleh Wikileaks.
"Para analis harus mencari tahu siapa orang-orang yang ditahan ini, dan penyelidikannya ternyata sangat kompleks. Hanya untuk mengetahui nama sebenarnya dan memastikan identitas, merupakan pekerjaan rutin yang rumit sekali," begitu dijelaskan Shane di Radio Publik Nasional AS.
Kenyataannya terjadi banyak kesalahan, karena tak banyak orang yang dijebloskan ke penjara Guantanamo bisa membuktikan identitasnya. Sejumlah di antaranya buta huruf. Bagaimana menulis namanya yang benar? "Juga sulit untuk membedakan antara seorang yang betul-betul petani miskin dengan seorang fungsionaris Al Qaida yang mengaku sebagai petani miskin," dikatkaan Shane.
Bahwa para analis melakukan kesalahan, bukan hal yang mengejutkan. Namun bagi banyak warga Amerika yang mengerikan adalah banyaknya kesalahan yang terjadi. Kesalahan karena analisa kaum militer ini lebih berdasarkan dugaan dan perasaan, daripada bukti-bukti yang nyata. Lebih dari itu karena keputusan mengenai nasib para tahanan, yang diambil oleh pemerintahan George W. Bush justru berdasarkan analisa spekulatif itu. Akibatnya, sejumlah tahanan bisa diprognosa secara positif, tapi setelah dibebaskan langsung bergabung lagi dengan kaum teroris. Sementara tahanan lain, seperti Murat Kurnaz yang berasal dari Bremen, dikategorikan sebagai resiko tinggi, tapi ternyata setelah dibebaskan bersikap damai.
Bagi pengacara David Reemes yang mewakili sejumlah tahanan Guantanamo, publikasi dari data analisa milik Pentagon itu mengkonfirmasi sejumlah pengalamannya saat membela para tahanan, "Sulit memang, memprediksi sesuatu secara tepat apabila didasari informasi yang meragukan. Mereka menetapkan apakah seseorang berbahaya atau tidak berdasarkan perasaan saja atau berdasarkan keterangan tahanan yang ingin menjadi informan."
Menteri Pertahanan AS mengkonfirmasi bahwa 14% tahanan yang dibebaskan kini menjadi teroris yang aktif di Yaman, di Afghanistan, di Pakistan. Banyak di antara mereka yang sebelumnya bukan ancaman bagi Amerika Serikat dan negara mitranya. Beberapa pengamat menilai, jumlah itu, juga seandainya mencapai 25%, tetap berada di bawah angka rata-rata penjahat, yang setelah menjalankan hukumannya, kembali melakukan tindak kriminal.
Yang tak bisa dipastikan dari dokumen-dokumen Pentagon itu adalah berapa banyak sebenarnya tahanan Guantanamo yang ketika diciduk memang teroris. Lalu, berapa banyak yang sebelumnya adalah warga biasa, tapi kemudian teradikalisasi selama berada di penjara militer Guantanamo? Juga tidak diketahui berapa banyak yang kemudian direkrut sebagai agen oleh Badan Intelijen AS CIA untuk diterjunkan ke medan perang melawan teror.
Phoenix Hanzo/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk