Berbagai Tantangan Pakta Pertahanan NATO di Tahun 2025
1 Januari 2025Ketua NATO Mark Rutte menetapkan prioritas aliansi untuk tahun 2025 dalam pidatonya yang menyoroti betapa dekatnya perang dengan aliansi militer itu.
"Dari Brussel, dibutuhkan satu hari untuk berkendara ke Ukraina,” katanya dalam pidato bulan Desember di lembaga pemikir Carnegie Europe. "Sejauh itulah bom Rusia jatuh. Begitu dekat dengan drone Iran yang terbang. Dan tidak lebih jauh lagi, tentara Korea Utara sedang bertempur."
Mark Rutte menyatakan dukungan publik terhadap peningkatan belanja pertahanan dan investasi pemerintah, tidak hanya untuk memperkuat keamanan Eropa, tetapi juga untuk membantu Ukraina dan mencegah Rusia melakukan ekspansi lebih lanjut.
Peningkatan belanja pertahanan oleh anggota NATO di Eropa, kemungkinan juga akan membantu aliansi tersebut menghadapi tantangannya dalam menghadapi Presiden AS Donald Trump yang sulit diprediksi.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Meskipun semua presiden AS baru-baru ini menyerukan negara-negara Eropa untuk mengeluarkan lebih banyak dana untuk pertahanan mereka, Trump adalah satu-satunya presiden yang mengancam tidak akan membantu anggota NATO yang tidak memenuhi tuntutan anggaran pertahanannya.
Banyak negara Eropa pada tahun 2024 sudah membelanjakan 2% dari produk domestik bruto (PDB) mereka untuk pertahanan pada tahun 2024. Sekarang bahkan ada usulan untuk meningkatkan anggaran pertahanan menjadi 3% atau bahkan 4% PDB.
"Kami memerlukan lebih banyak waktu untuk berkonsultasi dengan sekutu mengenai tingkat yang baru yang seharusnya. Namun angkanya jauh lebih dari 2%," kata Mark Rutte menegaskan.
Para ahli mengatakan Donald Trump kemungkinan akan mendorong rencana peningkatan anggaran. "Orang-orang Eropa perlu menawarkan tawaran yang baik kepada AS," kata Gesine Weber, anggota German Marshall Fund, kepada DW dalam sebuah pernyataan tertulis.
Dia menerangkan, seharusnya AS hanya menjadi garis terakhir pertahanan Eropa, dan Eropa harus bisa "menjamin sebagian besar pertahanan konvensionalnya sendiri."
Upaya Eropa untuk memperkuat NATO
Memang ada konsensus di antara anggota NATO di Eropa, bahwa mereka harus berbuat lebih banyak untuk pertahanan mereka sendiri, dengan memanfaatkan produksi pertahanan di Eropa. Pada bulan Desember, mereka memutuskan untuk merevisi strategi perang hibrida dari tahun 2015, karena dugaan sabotase Rusia yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Ada juga upaya bersama untuk meningkatkan penempatan pasukan di perbatasan NATO. Jerman, misalnya, telah memutuskan untuk mengirim 5.000 tentara ke Lituania sampai tahun 2027.
Tapi anggota NATO di Eropa masih punya banyak kelemahan, khususnya di bidang intelijen, pengawasan dan pengintaian. Belum ada satelit dengan pandangan wilayah musuh, atau helikopter angkut besar yang bisa membawa peralatan pertahanan dan pasukan besar untuk jarak jauh.
Perbaikan pada sektor ini direncanakan pada tahun depan, namun para ahli meyakini dibutuhkan waktu lebih dari satu dekade,untuk mengembangkan kemampuan yang saat ini masih bergantung pada AS.
"Negara-negara Eropa hanya memiliki sedikit satelit, dan dibutuhkan waktu hingga 10 hingga 15 tahun untuk mengisi kesenjangan ini,” kata Rafael Loss, pakar keamanan dan pertahanan di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, kepada DW. Namun tantangan pertama bagi negara-negara Eropa adalah menyediakan anggaran yang dibutuhkan untuk proyek-proyek tersebut, tambahnya.
Manfaat NATO melampaui Atlantik Utara
Anggota NATO di Eropa berpendapat, aliansi itu tidak hanya menjamin keamanan dan kemakmuran di kedua sisi Atlantik, tetapi juga memperkuat respons terhadap dominasi Cina di kawasan Indo-Pasifik.
NATO telah meningkatkan hubungan dengan empat mitra mereka di Asia – yang disebut AP4 yaitu Australia, Selandia Baru, Korea Selatan dan Jepang. Kerja sama NATO-AP4 diperkirakan akan tumbuh pada tahun 2025 dengan lebih banyak pertukaran intelijen.
Para pemimpin Eropa juga telah menegaskan kembali dukungannya terhadap Kyiv. Tapi mereka tidak berilusi bahwa jika AS menghentikan bantuan, mereka akan mampu memenuhi kekurangan tersebut.
"Keanggotaan Ukraina di NATO juga akan menjadi titik gesekan utama dalam aliansi itu,” kata Kristine Berzina, direktur pelaksana GMF Geostrategy North yang berbasis di Washington, kepada DW.
Menurut Berzina, "(Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskyy mengatakan sangat jelas bahwa masa depan Ukraina harus berada di NATO." Namun calon wakil presiden AS, JD Vance, "telah menyatakan keraguannya mengenai hal ini."
Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menjamu Trump dan Zelenskyy pada pembukaan kembali Katedral Notre Dame awal Desember. Para ahli mengatakan, tujuannya adalah untuk melunakkan sikap Trump terhadap Ukraina dan mempengaruhi kebijakannya agar menguntungkan Kyiv. Tapi tidak ada yang tahu bagaimana Trump nantinya akan bersikap, "itulah yang masih belum diketahui," kata Rafael Loss.
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris