AS Rancang Masa Depan Afghanistan
14 Januari 2013Amerika Serikat mencantumkan dua tugas pasca 2014 di Afghanistan pada agendanya:"Pelatihan aparat keamanan, mempersenjatai militer dan melanjutkan perang melawan organisasi teror Al Qaida dan koneksi-koneksinya". Demikian Ben Rhodes, wakil penasehat keamanan Obama dalam sebuah konferensi telefon dengan jurnalis pada pekan ini.
Media-media terutama mendiskusikan soal berapa dari 68.000 tentara AS saat ini, diperlukan untuk tugas tersebut, jika "penyerahan tanggung jawab" telah dijalankan dan kebanyakan serdadu AS sudah meninggalkan Afghanistan.
Rhodes tidak menepis kemungkinan penarikan pasukan AS secara keseluruhan: "AS tidak merencanakan untuk mempertahankan jumlah tertentu tentaranya di Afghanistan." Namun, terkait tema ini Departemen Pertahanan AS memilih untuk menahan diri.
Pada sebuah jumpa pers, Kamis (10/1) Menteri Pertahanan Leon Panetta sama sekali tidak berspekulasi dengan angka. Ia menyebut adanya beberapa skenario, tetapi belum disodorkan kepada Presiden, karena itu Presiden belum membuat keputusan terkait.
Masih belum ada angka pasti
Sebuah deklarasi memang akan dikeluarkan pada pertemuan Presiden Afghanistan Hamid Karzai dengan Presiden AS Barack Obama hari Jumat (11/1), namun tidak akan ada angka nyata yang akan dicantumkan.
Tetapi Letjen David W. Barno mengungkapkan, jika AS memfokuskan diri pada pelatihan militer dan perang melawan teroris, diperlukan hanya sekitar 3000 sampai 5000 tentara. Barno adalah bekas komandan pasukan AS dan pasukan internasional di Afghanistan dari tahun 2003 hingga 2005, dan kini bekerja untuk Center for New American Progress.
Dia selanjutnya menegaskan, tidak hanya dukungan logistik tetapi juga finansial, penting bagi pasukan Afghanistan untuk dapat berfungsi. Bila masyarakat internasional menyediakan dana, ia yakin bahwa Afghanistan mampu untuk mengamankan negerinya pasca 2004.
Saat ini terdapat sekitar 352.000 aparat keamanan Afghanistan, dan diperkirakan sekitar 30.000 pejuang Taliban. "Jadi 10 tentara dan polisi Afghanistan melawan satu pejuang Taliban. Saya pikir, ini lebih dari cukup, mengingat pendidikan dan persenjataan yang didapatkan Afghanistan pada tahun-tahun terakhir."
Imunitas bagi tentara AS
Menteri Pertahanan Panetta juga optimis. Terdapat kemajuan dalam perang melawan Taliban dan juga yang terkait dengan masyarakat Afghanistan, ucapnya. "Apakah semua tercapai apa yang kami inginkan" Tidak." Ia melanjutkan, "Apakah mereka telah mencapai apa yang kami inginkan pada kurun waktu itu? Belum."
Tetapi arah perkembangannya sudah benar, dan dua tahun ke depan, sampai penarikan kebanyakan serdadu AS dan pasukan koalisi, akan ada peluang untuk mengakhiri misi Afghanistan yang berhasil, artinya menyerahkan negeri itu kepada Afghanistan, tambahnya.
Panetta mengatakan, dia hari Kamis (10/1) berbicara selama satu jam dengan Presiden Karzai, dan puas dengan hasil pembicaraannya. Pada malam harinya Karzai berjumpa dengan Menlu AS Hillary Clinton dan Jumat (11/1) Presiden Afghanistan akan bertemu dengan Presiden AS Barack Obama.
Agenda percakapan tidak hanya mengenai jumlah pasukan, tetapi juga mengenai detil kesepakatan bilateral terkait isu keamanan yang diharapkan disahkan selambatnya akhir November tahun ini. "Bahwa tentara AS tidak boleh dituntut oleh pengadilan Afghanistan adalah persyaratan dasar bagi keberadaan pasukan AS di negeri itu", tegas David Barno, "sama seperti di Irak". Pemerintah AS dengan jelas menegaskan tuntutannya itu.
Stabilitas pemerintah Afghanistan
Sama pentingnya dengan kondisi militer adalah peralihan politik yang stabil, dan pemilu presiden tahun 2014 yang dilaksanakan secara bebas dan adil. Masa depan Afghanistan tidak dapat hanya tergantung dengan keterlibatan Amerika. "Setelah sepuluh tahun bantuan internasional yang meluas, Afghanistan kini harus mengambil alih tanggung jawab bagi transfer kepemerintahan dan perang melawan Taliban."
Vanda Felbab-Brown, pakar Afghanistan di The Brookings Institution juga berpendapat bahwa orang terlalu banyak membicarakan tentang jumlah pasukan. "Pemerintah Afghanistan hanya dapat stabil jika tidak hanya memiliki kapasitas militer, tetapi juga legitim." Namun, akibat korupsi yang melanda negeri itu, sangatlah sulit untuk dibayangkan bahwa pemerintah Karzai dapat mencapai legitimitas tersebut bila tidak melakukan perbaikan besar-besaran.
Kepada Deutsche Welle ia mengatakan, di sini pemerintah AS diperlukan, dan harus melakukan segala upaya agar pemerintah Afghanistan tidak ambruk. Ini berarti diperlukannya dukungan militer yang kuat dan juga upaya yang jelas dan tegas untuk perbaikan kepemimpinan pemerintah di Afghanistan. Langkah-langkah kecil juga sangat membantu, misalnya menjauhkan diri dari anggota pemerintah yang korupsi.
Deadline akhir 2014
Selain itu Felbab-Brown menuntut perbaikan koordinasi antarnegara, misalnya Inggris dan Jerman, yang ikut mengupayakan mediasi dengan Taliban. "Jika kesepakatan dengan Taliban itu kebanyakan hanya menyangkut soal tawar menawar wilayah, ini tentu tidak baik bagi rakyat Taliban."
Kesepakatan harus menjadi bagian dari sebuah rekonsiliasi yang lebih besar, dan menggunakan mekanisme yang melibatkan pemerintah Afghanistan dan Taliban untuk bertanggung jawab terhadap perkembangan masyarakat.
Tetapi semua perundingan ini merupakan upaya yang berpacu dengan waktu. Pasalnya, setelah 2014 tidak mungkin lagi untuk kembali ke kondisi sebelumnya. Demikian menurut pakar tersebut. "Jika misalnya tahun 2015 terjadi krisis yang lebih besar di Afghanistan, saya pikir, masyarakat Amerika atau pemerintahannya tidak akan bersedia untuk meningkatkan kembali keterlibatan militer dan politiknya." Seandainya situasi keamanan memburuk drastis, akan cepat sekali terjadi tekanan untuk menghentikan hubungan yang masih tersisa dengan Afghanistan.