Apakah Tes Antibodi Massal Corona Ada Gunanya?
27 Mei 2020Rusia menerapkan lockdown sangat ketat sejak beberapa pekan terakhir. Namun jumlah kasus infeksi baru corona terus meningkat. Kini testmassal antibodi diharap memberikan lebih banyak pemahaman menyangkut proses pecahnya wabah. Juga Italia hendak melakukan tes skala besar serupa, untuk melacak jumlah sebenarnya dari orang yang terinfeksi Covid-19.
Dengan tes serologis (ELISA) hendak diketahui, siapa saja yang sebenarnya sudah terinfeksi SARS-CoV-2. Orang yang dites hanya diambil sampel darahnya untuk dianalisis di laboratorium. Jika tubuh sudah membentuk kekebalan spesifik terhadap virus corona, warna alat tes akan berubah.
Imunitas bantu perangi corona
Tes massal antibodi akan menunjukkan, siapa saja yang sudah mengembangkan kekebalan terhadap virus corona. Diketahui banyak orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala atau hanya muncul gejala ringan, bukan penyakit paru-paru berat yang mematikan. Karena itu banyak orang tidak tahu, mereka sudah kebal.
Mereka yang sudah memiliki imunitas terhadap virus SARS-CoV-2, bisa dijadikan donor serum darah untuk membantu pasien Covid-19. Serum darah semacam itu, dapat membantu mendukung sistem kekebalan tubuh pasien yang dilemahkan oleh penyakitnya.
Atau mereka yang diketahui sudah mengembangkan imunitas terhadap Covid-19, bisa dipekerjakan sebagai tenaga perawat pasien. Pasalnya risiko mereka untuk kembali tertular SARS-CoV-2 sangatlah kecil.
Risiko salah diagnosa
Walau terdengar memberikan secercah harapan di tengah pandemi Covid-19, para pakar virologi juga melontarkan peringatan. Banyak alat tes antibodi saat ini punya akurasi spesifik hingga 99%. Artinya ada kemungkinan 1% orang yang ditest tidak mengembangkan antibodi pada virus yang spesifik dilacak.
Bisa saja orang ini mengembangkan kekebalan terhadap virus corona jenis lain, bukannya virus corona jenis baru SARS-CoV-2. Pakar virologi Jerman, Christian Drosten dalam podcast untuk stasiun penyiaran Jerman NDR menyebutnya sebagai “reaksi silang“.
Terutama di negara dimana jumlah kasus Covid-19 dibanding jumlah populasi total sangat kecil, penyimpangan spesifikasi test akan lebih kuat, dibanding negara yang jumlah kasus Covid-19 di kalangan warganya cukup besar.
Rusia misalnya, hingga 26 Mei 2020 menurut data Johns Hopkins University mencatat 350.000 kasus infeksi Covid-19. Dengan total populasi 150 juta, penyimpangan spesifikasi tes di sini bisa memainkan peranan lebih besar.
Walau begitu, sangatlah logis untuk sebanyak mungkin melakukan test terhadap warga, untuk menemukan seberapa besar “angka gelap“ dari infeksi Covid-19. Selain untuk melacak imunitas kelompok, hal itu juga bisa membantu memberikan penilaian lebih baik menyangkut proses penularan virus.(as/vlz)