040811 Japanischer Animationsfilm Bonn
12 Agustus 2011Sebuah sosok dewa berbulu merah menunggu di depan pintu. Pengunjungpun dikonfrontasi dengan bludakan warna-warna cerah dalam gambar-gambar potongan cerita film kartun. Dinding Museum Seni Rupa di Bonn yang biasanya menggantungkan lukisan-lukisan bersejarah, kini dipenuhi gambar komik.
Anime! : High Art-Pop Culture, "kesenian tinggi budaya pop”, itulah nama pameran yang berlangsung hingga Januari tahun depan, dan diharapkan tidak hanya menarik bagi pungunjung muda. Melainkan, para peminat senirupa segala usia.
Direktur Museum, Robert Fleck menyebutnya sebagai pameran yang penting. Tuturnya, "Tugas kami itu menampilkan fenomena budaya nasional dan internasional yang berpengaruh. Untuk itu kami harus aktual, bergerak di masa kini. Di pihak lain, kami ingin menelaah apa yang dilakukan oleh para perupa saat ini dan menyajikannya.“
Anime, film animasi dan Manga, komik. Kedua hal ini telah menghibur tua-muda di berbagai negara untuk beberapa dasawarsa. Komik dan film animasi Jepang, banyak yang sengaja dibuat untuk orang dewasa. Figur dan lokasi fantasinya banyak yang menginspirasi atau bahkan, diambil alih oleh seniman dan penggambar animasi mancanegara.
Menurut Robert Fleck, "Secara keseluruhan yang menarik adalah karena mencuat beberapa figur atau pengaruh dari figur-figur itu yang tertuang dalam kehidupan masyarakat, seperti yang terjadi di era Pop Art, Amerika Serikat tahun 60-an.“
Karya-karya Pop Art Amerika dulu, seperti yang dibuat oleh Andy Warhol atau Robert Rauschenberg sekarang tidak ditertawakan lagi oleh masyarakat. Pop Art berhasil mempengaruhi dan mengubah dunia kesenian. Sama seperti yang dilakukan saat ini oleh seni animasi Jepang.
Para kurator meyakini hal ini. “Kami memutuskan untuk membicarakan dan menyoroti dunia gambar saat ini karena tengah berlangsung perubahaan besar-besaran. Gambar-gambar animasi Jepang sekarang ini, merupakan bentuk yang tidak bisa dibayangkan 30 atau 40 tahun yang lalu. “
Satu hal yang sangat menarik dari kacamata Jerman adalah bahwa banyak buku cerita klasik anak-anak Jerman, yang baru bisa dinikmati setelah diolah di Jepang. Misalnya, seri cerita si Kumbang Maya yang diciptakan penulis Jerman, Waldemar Bonsel pada tahun 1912. Seri kartunnya, digambar oleh sebuah tim animator Jepang pada tahun 1975.
Kenapa begitu? Ternyata, Asia memiliki industri animasi yang lebih tua daripada Jerman. Artinya, para pelaku industri animasi di Asia punya lebih banyak pengalaman dan "know how tehnik". Lebih dari itu, di Asia banyak penggambar yang sangat berbakat. Seandainya animasi si Kumbang Maya itu diproduksi di Jerman, biaya produksinya akan jauh lebih mahal.
"Menarik juga melihat bagaimana film animasi Jepang di tahun 70-an menggunakan tema-tema Jerman, dan storyboard Amerika. Kalau memantau perubahannya, terlihat di tahun 80-an unsur Jepang semakin menonjol. Baik dari isi maupun dari figur-figurnya. Dunia Jepang mempersona, di satu pihak sangat eksotis, di pihak lain sangat modern“, begitu cerita Fleck.
Film animasi Jepang banyak yang menggunakan bahasa gambar yang kompleks dan mengangkat tema yang lebih cocok untuk penonton dewasa. Contoh yang juga menarik adalah bagaimana para penulis teks dan animator menggarap tema-tema lingkungan hidup. Dalam pameran ini, dipajang juga sejumlah animasi bergambar latar tsunami atau bencana lainnya. Biasanya dibuat begitu, agar si tokoh utama bisa berlaga dalam situasi berbahaya.
Direktur Museum Robert Fleck mengatakan, "Bencana tsunami dan nuklir Maret tahun ini di Jepang, menurut banyak diskusi dan artikel sudah digambarkan dengan jelas dan kuat dalam berbagai animasi. Seakan para animator memprediksi ancaman dan ketakutan yang bakal dihadapi.”
Selain produk jadi, dalam pameran di Museum Seni Rupa Bonn ditampilkan juga rangkaian gambar yang berurut di atas plastik transparan. Pengunjungpun bisa sekilas menilik fenomena seni, yang lebih dari banyak bentuk senirupa lainnya, bisa dinikmati berbagai lapisan masyarakat.
Jochen Kürten/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk