1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAfrika Selatan

Afrika Selatan Menjadi Ketua G20, Apa Agendanya?

31 Desember 2024

Untuk pertama kalinya sebuah negara dari Afrika memimpin kelompok G20. Selain memperhatikan situasi geopolitik, Afrika Selatan juga harus memperjuangkan kepentingan negara-ngara Afrika.

https://p.dw.com/p/4ohhK
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa (kanan) mengambil alih kepresidenan G20 dari Presiden Brasil Lula da Silva (kiri)
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa (kanan) mengambil alih kepresidenan G20 dari Presiden Brasil Lula da Silva (kiri)Foto: Eraldo Peres/AP/picture alliance

Setelah memberikan keanggotaan Uni Afrika pada tahun 2023, G20 kini akhirnya tiba di benua Afrika. Kini giliran Afrika Selatan mengambil alih kursi kepemimpinan G20 pada bulan Desember, sebagai negara Afrika pertama.

G20 dibentuk pada tahun 1999 dan terdiri dari 19 negara dengan perekonomian terbesar di dunia, ditambah Uni Eropa, yang bertemu secara rutin untuk mengoordinasikan kebijakan global mengenai perdagangan, kesehatan, iklim, dan isu-isu lainnya. Forum informal ini tidak mempunyai sekretariat tetap.

Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah bagi sekitar 130 pertemuan dan forum, yang mengarah ke pertemuan puncak para kepala negara dan pemerintahan pada bulan November 2025 di Johannesburg.

Elizabeth Sidiropoulos, direktur lembaga penelitian Stiftung Wissenschaft und Politik (SWP) di Berlin mengatakan, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa kemungkinan akan terus berupaya mencapai tujuan yang telah digariskan oleh kepresidenan sebelumnya.

"Meskipun ini adalah kepresidenan pertama di Afrika, hal ini benar-benar didasarkan pada banyak isu yang diidentifikasi oleh masyarakat Indonesia, India, dan Brasil sebagai prioritas. Dan banyak di antaranya yang tumpang tindih dengan prioritas kami untuk Afrika,” kata kepada DW. "Jelas akan ada cita rasa Afrika yang berbeda."

Iklim, utang, keadilan – dan beberapa prioritas Afrika

"G20 akan menarik perhatian di seluruh benua karena Afrika Selatan akan mencari konsensus dengan pemerintah Afrika lainnya," ujar Melanie Müller, pakar Afrika di SWP. Agenda G20 Afrika Selatan menekankan sejumlah isu yang juga penting bagi seluruh benua.

"Krisis perubahan iklim semakin memburuk,” kata Ramaphosa pada awal Desember, ketika ia mengumumkan prioritasnya di G20. "Di seluruh dunia, miliaran orang terkena dampak keterbelakangan pembangunan, kesenjangan, kemiskinan, kelaparan dan pengangguran. Prospek pertumbuhan ekonomi global masih lemah, dan banyak negara menanggung beban tingkat utang yang tidak berkelanjutan.”

Sri Mulyani tentang performa Indonesia di antara negara-negara G20

Kepresidenan G20 Afrika Selatan bertujuan menggerakkan perekonomian menuju teknologi yang tidak terlalu berbahaya bagi iklim bumi. Negara ini telah menyaksikan perluasan pembangkit listrik tenaga surya yang pesat. Porsi terbesar dihasilkan oleh pemilik rumah pribadi yang ingin melepaskan diri dari kesulitan pemadaman listrik, disebabkan oleh infrastruktur energi yang ketinggalan zaman.

Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, kepresidenan G20 perlu menjalin kompromi antara negara-negara anggota G20 yang berbeda.

"Afrika Selatan – dan Ramaphosa sendiri – mempunyai pengalaman dengan hal tersebut," kata Elizabeth Sidiropoulos. "Kami telah melihat hal ini hampir 30 tahun yang lalu, ketika dia (Ramaphosa) berperan penting dalam memandu konstitusi tahun 1996. Ini benar-benar tentang membangun konsensus.”

Afrika Selatan melihat salah satu tugasnya menjadi jembatan untuk menciptakan konsensus, lanjutnya. "Ini tentang merangkai narasi seputar prioritas sedemikian rupa sehingga masing-masing blok di G20 dapat disatukan, bukannya hilang seiring berjalannya waktu.”

Banjir di Nigeria
Banjir di Nigeria. Afrika akan makin sering mengalami cuaca ekstrem akibat perubahan iklimFoto: Ahmed Kingimi/REUTERS

Tantangan geopolitik dan persaingan AS-Cina

Sejak menjadi presiden Afrika Selatan pada tahun 2018, Ramaphosa telah memperoleh banyak pengalaman kebijakan luar negeri dan diplomasi, misalnya ketika Afrika Selatan menjadi tuan rumah KTT BRICS pada 2023.

Dia menjaga hubungan baik dengan Rusia, meskipun negara itu sedang berperang di Ukraina. Pendekatan ini telah menyebabkan kejengkelan di antara sekutu-sekutu Eropa. Meski demikian, Ramaphosa tetap dipandang sebagai mitra yang dapat diandalkan. Sebelumnya pada bulan Desember, Ramaphosa bertemu dengan presiden Jerman untuk membahas agenda G20.

"Anda tidak dapat menentukan keberhasilan kepresidenan G20 secara terpisah dari faktor-faktor seperti geopolitik,” kata Melanie Müller, merangkum masa jabatan sebelumnya yang dipimpin oleh Brasil. Kesuksesan juga akan dipengaruhi oleh hubungan masa depan antara AS dan Cina.”

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Kerumitan politik kemungkinan akan diperburuk dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih. Pada akhir November, Trump mengungkapkan rencana untuk menaikkan tarif impor dari Cina menjadi 10%.

Dia juga mengancam akan mengenakan tarif 100% pada seluruh anggota BRICS, termasuk Cina dan Afrika Selatan, jika mereka memajukan gagasan mata uang bersama yang tidak bergantung pada dolar AS.

Berurusan dengan Trump juga akan menjadi tantangan yang lebih pribadi bagi Ramaphosa. Selama kepemimpinannya di G20, AS akan terlibat lebih erat karena Amerika akan mengambil alih kursi kepresidenan setelah Afrika Selatan.

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman.