Adhi Jacinth Tanumihardja Bermusik Sampai ke Jerman
26 Januari 2019Musik klasik bisa mengembangkan kemampuan anak dalam mendengarkan, berkonsentrasi dan menjadi lebih disiplin. Anak pun akan tumbuh menjadi lebih percaya diri dan memiliki kemampuan sosial yang lebih baik. Hal ini dibuktikan lewat penelitian Susan Hallam, profesor bidang pendidikan dan psikologi musik dari Institute of Education, University of London melalui program Apollo Music Project, program yang mengenalkan musik klasik beserta komposernya kepada anak umur tujuh hingga sepuluh tahun.
Nama-nama besar seperti Johann Sebastian Bach, Ludwig van Beethoven dan Wolfgang Amadeus Mozart menorehkan sejarah musik klasik di Eropa. Musik yang diciptakan komposer kenamaan ini mengakar kuat dan menjadi tradisi yang terus hidup hingga kini. Orang tua di Jerman memiliki peranan dalam meneruskan tradisi musik klasik ini. Sejak usia dini, anak telah dikenalkan dengan dunia musik klasik dengan beragam cara tanpa paksaan. Bisa dengan memutarkan CD musik klasik, mendaftarkan anak mengikuti paduan suara atau kursus musik, hingga membeli piano tua dan meletakkannya di ruang keluarga.
Lain ladang, lain belalang. Sekolah musik di tanah air masih tergolong mahal karena kebanyakan diselenggarakan oleh lembaga privat. Tapi ini bukan berarti menghentikan musisi Indonesia berkarya hingga ke mancanegara. Salah satunya Adhi Jacinth Tanumihardja. Berawal dari organ rumah milik sang kakak, hingga antusiasmenya mendengarkan CD-CD Klasik milik tetangga, kemampuan bermusik Adhi berkembang dari organ ke piano hingga harpsichord atau piano kuno. Ia juga telah mengiringi ragam paduan suara dan hingga kini mengajar di sekolah musik di Jerman.
Baca juga: Sandhy Sondoro "Tak Pernah Padam" di Jerman
Dari Indonesia berkarya di Jerman
Di usia yang baru beranjak 17 tahun Adhi Jacinth Tanumihardja menginjakkan kakinya di Freiburg, Jerman. Pria asal Bandung ini kian mendalami piano, tak hanya belajar musik klasik, tapi juga mempelajari bagaimana mengajar musik untuk anak-anak. Kecintaan terhadap musik klasik membawanya mendalami juga Harpsicord atau piano kuno yang kerap dikenal pada masa Renaissance dan awal mula musik Baroque.
Kini ia aktif mengajar musik di Freiburg Musikschule, di mana setiap tahunnya dilakukan pementasan musikal tahunan. Selain mengajar musik, dia pun aktif bermusik di tiga ensemble berbeda Klang Weber, Lestro Armonico dan L'Art de la modulation. Seperti apa keseruan menjadi pemusik di negeri orang dan apa yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kecintaan bermusik pada anak sejak dini? Mari ikuti wawancara DW dengan Adhi Jacinth Tanumihardja.
Bagaimana ceritanya sampai Anda akhirnya memutuskan studi musik ke Jerman?
Dulu tidak kepikiran bisa studi musik di Jerman. Iseng saja belajar bahasanya. Lalu coba melamar ke beberapa sekolah musik di Jerman, mengambil diploma dalam bidang pedagogi musik. Aku pun dipanggil audisi. Aku sampai pernah pakai visa turis untuk ikut audisi karena saat itu melamar visa untuk studi tidak berhasil. Aku sangat bersyukur dari satu audisi musik di Freiburg dengan peminat yang begitu banyak, aku bisa lolos. Kuncinya adalah dengan melakukan sepenuh hati.
Setelah itu lalu diterima mengajar di sekolah musik di Freiburg?
Ini juga tidak mudah. Ada audisi dengan empat juri: rektor, kepala bagian piano, satu orang dari organisasi karyawan, satu orang lagi dari bagian musik klasik. Aku diaudisi dengan mengajar dua orang murid (masing-masing setengah jam), menyampaikan pernyataan seputar diri sendiri dan personality pedagogi hingga menampilkan permainan piano dan cembalo selama dua puluh menit di hadapan para juri. Aku juga ditanya pengalaman memimpin ensemble, walau aku belum punya saat itu, aku bersedia belajar dan ternyata mereka tidak masalah.
Apa musik dan musisi favorit Anda?
Bach, karena komposisinya yang menginspirasi. Sejak kecil aku mulai main lagu-lagu Bach, dan aku pribadi bisa mengekspresikan diriku secara lebih optimal dalam Bach.
Apa yang dirasakan berbeda saat mengajar musik di Jerman?
Kalau mengajar terutama anak-anak harus sabar, murid tidak bisa dipaksa latihan banyak dan tidak bisa juga dimarahi saat mereka tidak bisa. Orang tua pun kalau anaknya tidak suka, ya sudah, tidak usah lanjut. Kalau di Indonesia sendiri kan beda, orang tua bisa paksa – harus latihan! Di sini, anak kalau serius bermusik bisa mengarah ke jurusan musik dari Gymnasium (sekolah menengah atas -Red). Guru musik di sini harus terbuka, dilarang bilang ‘Kamu ga berbakat, berhenti aja.‘
Apa tantangan lain belajar musik di Indonesia?
Orang Indonesia itu ramah, sedang dalam bermusik itu kita dituntut untuk idealis, strict dan terus berjuang. Strict disini bukan berarti judes dan tidak konstruktif ya. Tapi idealisme inilah yang diperlukan untuk berkutat dalam musik dalam waktu yang lama, sehingga hasil berupa konfirmasi atau pengakuan atas permainan yang baik pun bisa didapat.
Menurut Anda, bagaimana perkembangan musik di Indonesia sekarang?
Kalau di negara di Asia seperti Cina, Korea dan Jepang musik sudah sangat ‘bersaing' karena di sana bermusik sudah dimulai sejak dini dan sudah ada sekolah musik yang memadai. Di Indonesia sekolah musik masih mahal, sekolah musik belum di bawah negara. Lagi pula kondisi ekonomi kita masih jadi kendala, kepemilikan alat musik masih terbatas. Berbeda dengan di Jerman, ada sekolah musik publik milik pemerintah, orang tua yang tidak mampu membayar bisa disubsidi, guru musiknya pun terjamin. Alat musik seperti flute dan violin masih bisa sewa, untuk anak-anak tidak perlu beli alat musik baru.
Jadi ada cara belajar musik walau tidak bisa membayar mahal?
Tidak harus beli piano atau les musik, bisa dimulai dengan ikutan choir – disitu kita bisa lihat bagaimana musik bekerja – kita bisa juga berlatih bagus dan lebih bagus lagi, makin lama makin bisa berproses.
Bagaimana mengajarkan musik secara kreatif untuk anak?
Jangan sampai musik cuma sekedar main not dari partitur saja. Sejak anak-anak kita bisa mengajarkan bahwa musik yang dimainkan bisa dikembangkan lewat improvisasi. Saat mengajar musik, bagian-bagian musik tersebut bisa diimprovisasi dengan ragam media seperti gambar – kembangkan fantasi anak lebih bebas, sehingga mereka bisa lebih kreatif. Pokoknya harus siap improvisasi.