5 Remaja Dituduh Blasphemy
23 April 2013Para gadis remaja ini telah dikeluarkan dari sekolah menengah atas di Tolitoli, pulau Sulawesi dan kini dilaporkan ke polisi setelah rekaman video tarian mereka atas lagu "One More Night" menjadi hits di dunia maya.
Ini menjadi kasus terbaru dalam rangkaian kasus blasphemy atau pasal penodaan agama di Indonesia -- negara berpendenduduk mayoritas muslim terbesar dunia -- yang mendorong kelompok hak asasi manusia menyerukan perubahan atas aturan hukum yang mereka anggap sudah usang dan sering disalahgunakan.
Dianggap menghina Islam
Dalam klip berdurasi 5 menit itu, para gadis remaja yang mengenakan baju olahraga sekolah itu, mencampur doa sembahyang dengan tarian dengan sesekali goyang pinggul dan gerakan tangan dilempar ke depan.
Sejumlah versi video itu ditonton oleh lebih dari setengah juta kali di internet, dan memicu kemarahan di lingkunganTolitoli yang terpencil itu. Puluhan anggota Front Pembela Islam FPI menggelar protes di luar kantor polisi yang memeriksa kasus remaja tersebut.
Pihak sekolah menyerahkan rekaman, yang diposting Maret 2013, kepada polisi yang lalu menginterogasi para remaja itu dengan dugaan penghinaan agama.
“Pihak sekolah dan anggota masyarakat tersinggung oleh video itu dan menganggapnya menghina Islam,” kata kepala polisi Tolitolo Rudi Mulyanto.
“Kami sedang mempertimbangkan kasus ini, dan jika kami pikir serius, kami akan merekomendasikan untuk memyeret mereka secara resmi ke pengadilan.”
Ia mengatakan, para remaja ini bisa jadi akan dipenjara jika ditemukan bersalah, meski dia tidak tahu berapa lama masa penahanan yang akan mereka hadapi.
Koordinasi dengan MUI dan FPI
Kasus penodaan agama atau blasphemy di Indonesia bisa diancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun, meski anak-anak biasanya dihukum setengah dari masa tahanan orang dewasa dan ditempatkan di penjara remaja.
Para remaja itu adalah murid kelas 12, yang biasanya diisi murid berusia antara 17 hingga 18 tahun. Polisi tidak memberikan informasi tentang umur mereka namun mereka diperlakukan sebagai anak-anak.
Kepala sekolah mengatakan kepada media lokal bahwa sekolah itu telah berkonsultasi dengan ulama terkenal di Majelis Ulama Indonesia, dan juga FPI atas masalah ini.
Tahun lalu, seorang laki-laki di Sumatera dipenjara 30 bulan karena menyebarkan kartun Nabi Muhamad di dunia maya.
ab/ek (afp/ap/dpa)