20 Tahun Serangan 9/11: Jerman Tetap Waspadai Jaringan Teror
11 September 2021Sven Kurenbach masih ingat tayangan televisi bagaimana menara kembar World Trade Center runtuh, dan menit-menit keheningan di departemen kepolisian di Berlin, tempat kerjanya ketika itu. Saat itu, para teroris menggunakan pesawat penumpang sebagai senjata untuk menyerang AS, menewaskan hampir 3.000 orang. Sven Kurenbach kala itu mengepalai unit khusus polisi di Berlin. Sekarang dia menjabat sebagai penyelidik utama Jerman soal kegiatan terorisme jihadis.
Dua puluh tahun yang lalu, terorisme jihadis masih belum menjadi perhatian otoritas keamanan Jerman, katanya. Saat itu hanya ada belasan petugas di Kantor Polisi Kriminal Federal BKA yang menangani bidang itu.
Sejak 2019, Sven Kurenbach memimpin Departemen Terorisme/Ekstremisme Berlatarbelakang Islam yang kemudian dibentuk di BKA. Sekarang ada sekitar 500 penyelidik kriminal, ilmuwan, penerjemah dan analis yang bekerja di sana dan memantau pergerakan "orang-orang berbahaya", yang di Jerman disebut "Gefährder", dan mencoba mencegah serangan teror baru.
Jerman waspadai lebih dari 1.000 "orang berbahaya''
Menurut data kepolisian, jumlah orang yang diklasifikasikan sebagai "orang berbahaya" di bidang terorisme Islam saat ini mencapai 554 orang, 90 orang di antaranya sedang ditahan dan 136 orang tinggal di luar Eropa - misalnya di Suriah. Istilah "orang berbahaya" menurut definisi polisi adalah orang-orang yang dapat melakukan "kejahatan bermotif politik yang cukup signifikan".
Selain mereka, masih ada 527 orang yang dikategorikan sebagai "orang-orang yang relevan". Ini adalah kelompok di lingkaran yang lebih luas daripada kelompok inti, yang menurut polisi dapat memberikan dukungan logistik atau dukungan lainnya untuk tindakan terorisme.
Jumlah orang berbahaya berlatar belakang Islam di Jerman telah turun sekitar seperempatnya sejak Desember 2019. Peneliti Islam Michael Kiefer mengatakan, sejak kegagalan ISIS di Suriah, jumlah pendukung militannya berkurang. Namun dia menekankan, ancaman teror ISIS dan kelompok-kelompok militan lain "akan tetap relevan".
Dinas intelijen Jerman, yaitu Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi Verfassungsschutz, yang sering disingkat VfS, juga menegaskan potensi ancaman teror dari kelompok militan Islam. Dua puluh tahun yang lalu, ancaman ini masih digolongkan sebagai "ancaman keamanan dan upaya ekstremis oleh warga asing". Sekarang, laporan tahunan dinas intelijen memiliki bab khusus "Islamisme/terorisme Islam", yang panjangnya hampir 70 halaman.
Internet, propaganda, dan pencegahan jihadis militan
Julian Junk, peneliti dari Yayasan Penelitian Konflik negara bagian Hessen - HSFK, menunjuk pada faktor-faktor lain yang juga berperan penting dalam 20 tahun terakhir, seperti perkembangan teknologi: "Sekarang ada drone, algoritma internet, kemampuan untuk mengoordinasi dengan cepat dan secara transnasional... Semua ini berkontribusi pada pemahaman bahwa ada lebih banyak kemungkinan mobilisasi terorisme, dan pada saat yang sama, ada lebih banyak ketakutan akan hal itu." Tapi teknologi baru ini juga membuka ruang lebih luas untuk melawan terorisme dengan melakukan tindakan pencegahan atau kepolisian, jelasnya.
Hal yang penting adalah pencegahan. Lebih dari 1.000 warga Jerman diperkirakan telah berangkat ke wilayah konflik di Suriah dan Irak setelah 2014 untuk bergabung dengan ISIS. Gelombang keberangkatan itu sempat mengejutkan pihak berwenang Jerman, kata Michael Kiefer. Tapi pemerintahan federal dan pemerintahan negara bagian lalu mengucurkan dana besar untuk program pencegahan.
Michael Kiefer mengatakan, lebih dari 100 juta euro dikucurkan setiap tahun untuk program-proram pencegahan. Dana tersebut antara lain ditujukan secara khusus untuk pemantauan Salafisme di Jerman, karena penafsiran Salafisme sering menjadi dasar ideologis bagi para jihadis militan. Dasar ideologinya terutama: menganggap dirinya sebagai satu-satunya pemilik ajaran yang benar, merendahkan orang yang punya keyakinan lain, menjelek-jelekkan orang yang dianggap musuh dan menganggap mereka tidak perlu diperlakukan sebagai manusia. Karakteristik ini yang biasanya dianut dan disebarkan para Islamis militan dan para ekstremis ultra kanan, pungkasnya.
(hp/ts)