13 Tahun Kemunduran Organisasi Senjata AS, NRA
20 Desember 2012Tanggal 1 Mei 1999, hanya 11 hari setelah penembakan amuk di Columbine Highschool yang menewaskan seorang guru dan 12 murid, ketua National Rifle Association (NRA), Charlton Heston, naik ke podium dan bersuara dengan lantang. Ia berada dalam pertemuan yang hanya berjarak 20 kilometer dari lokasi kejadian. ”Jangan datang ke sini?”, katanya menanggapi seruan walikota Denver agar pertemuan tahunan NRA dibatalkan. ”Kita sudah berada di sini. Komunitas ini adalah rumah kita. Setiap komunitas di Amerika adalah rumah kita. Kita sudah 128 tahun menjadi bagian dari Amerika.” NRA adalah organisasi yang kuat dalam budaya dan politik Amerika Serikat. Ada 4,3 juta anggota NRA dan 80 juta warga Amerika yang memiliki senjata. 13 tahun lalu, Charlton Heston masih berbicara penuh kebanggaan dan tidak bisa membayangkan bahwa organisasinya dikritik karena berbagai aksi penembakan amuk. Tapi sekarang, sekalipun angka kepemilikan senjata tetap tinggi, kebanggaan itu mulai menipis.
Kepemilikan Senjata Semi Otomatis
Kata-kata Heston waktu itu tidak diterima oleh sebagian besar warga Amerika Serikat. Kritik mencapai puncaknya setelah sutradara Michael Moore mengeluarkan film dokumentasinya ”Bowling for Columbine”, yang juga memuat pidato Charlton Heston. Dalam berbagai forum di internet, pengacara NRA menuduh Michael Moore sengaja memotong pidato itu dan memberi kesan yang salah tentang NRA.
Tapi NRA mulai belajar menghadapi kritik dari publik. Ketika terjadi penembakan amuk di sekolah teknik Virgina Tech, 16 April 2007 yang menyebabkan 37 orang tewas dan 17 orang luka-luka, NRA tidak memberi reaksi publik. Tapi NRA juga tidak mengganti konten di situs internetnya yang memuat pidato agresif dalam pertemuan tahunan NRA tiga hari sebelumnya. Pelaku penembakan ketika itu menggunakan senjata pistol yang banyak digunakan di Amerika Serikat dan tidak mengundang kontroversi.
Setelah Charlton Heston mengakhiri masa kepemimpinannya tahun 2003, ia digantikan oleh Sandra Froman. Seorang wanita kelahiran San Fransisco yang bekerja sebagai pengacara dan lulusan dari Harvard University. Sejak tahun 1994, di bawah masa kepresidenan Bill Clinton, diberlakukan larangan senjata otomatis. Larangan itu berlaku selama 10 tahun. Aturan tersebut diberlakukan setelah terjadi rangkaian aksi penembakan amuk. Sandra Froman kemudian membujuk Kongres agar tidak memperpanjang larangan senjata itu. Pada tahun 2004, di bawah Presiden Bush, larangan kepemilikan senjata otomatis dihapuskan atas lobby kuat dari NRA. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi perdebatan panjang tentang kepemilikan senjata otomatis. Tapi ada juga yang menganggap, debat ini sebenarnya tidak terlalu berguna. ”Pelarangan senjata semi otomatis sebenarnya hanya kosmetik saja,” kata Dr. Brian Anse Patrick dari Universitas Toledo. Pria berusia 58 tahun ini adalah penulis buku ”NRA di media”. ”Tentu, beberapa senjata memang berbeda penanganannya. Tapi Anda tetap bisa membeli senjata yang fungsinya sama, seperti AR-15.”
Bulan Juli 2012 terjadi lagi aksi penembakan amuk di sebuah bioskop di Aurora, Colorado. Ketika itu berlangsung pemutaran perdana film Batman The Dark Knight Rises. Pelakunya James Eagan Holmes yang berusia 24 tahun. Ia menggunakan beberapa senjata, termasuk senjata otomatis jenis AR-15. 12 orang tewas dan 58 luka-luka dalam peristiwa itu. Ketika itu, NRA bereaksi lewat podcast yang disiarkan melalui internet. Reporter Ginny Simone menerangkan, ”peristiwa penembakan tragis ini adalah syok bagi seluruh negri”. Ia lalu melanjutkan dengan pesan: ”saat ini NRA menyatakan kepada semua media, termasuk publikasinya sendiri NRA Daily News, bahwa NRA tidak akan memberi komentar apapun sebelum semua fakta dari kasus ini diketahui dengan jelas.”
Dua Minggu Penuh Peristiwa
Sekitar dua minggu lalu, jurubicara NRA Wayne LaPierre melakukan sebuah wawancara radio. Ia mengritik media yang kritis terhadap isu kepemilikan senjata dan mengatakan, ”berkaitan dengan tragedi nasional ini ada pihak-pihak yang menunggangi dan ingin meloloskan agenda anti Second Amendment mereka, dan ingin memaksakan kemauan mereka untuk seluruh Amerika Serikat.” LaPierre tidak mengacu pada kasus penembakan amuk, melainkan kasus yang melibatkan pemain American Football terkenal Jovan Belcher. Awal Desember, ia menembak pacarnya sembilan kali kemudian melakukan bunuh diri di depan pelatihnya. LaPierre mengatakan bahwa media tidak ”berbicara tentang seorang wanita yang mungkin menyelamatkan diri dari pemerkosaan karena memiliki senjata.”
Ini adalah pernyataan publik terkahir dari NRA sebelum terjadi berbagai aksi penembakan yang menyusul kemudian. Seorang lelaki berusia 22 tahun menembak tiga orang di sebuah mall di Oregon sebelum melakukan bunuh diri. Adam Lanza, 20 tahun, membunuh 26 orang di sekolah dasar Sandy Hook, kebanyakan korban anak-anak berusia 6 sampai 7 tahun. Ia kemudian bunuh diri. Sebelum aksi penembakan itu, ia membunuh ibunya di rumahnya. Lalu tanggal 15 Desember, seorang pria melepaskan 50 tembakan ke udara di sebuah shopping mall di Newport Beach California. Tidak ada yang terluka dalam peristiwa itu.
Dalam beberapa hari terakhir, NRA mematikan akun di Facebook dan Twitter, serta menolak melakukan wawancara. Seorang pejabat NRA menerangkan, mereka akan memberi pernyataan jika “sudah menerima semua detil tentang penembakan itu”. ”Ini bukan keputusan mendadak”, kata Dr. Patrick. “Ini adalah strategi. Seminggu atau dua minggu lagi mereka akan membuat pernyataan.”
Masa Depan NRA
NRA tentu sedang mempertimbangkan reaksi yang sekarang muncul di Washington. Senator Republik Charles Grassely dari Iowa secara terbuka menyerukan penelitian tentang kekerasan senjata dan kesehatan mental. Pemimpin fraksi Demokratik yang pro senjata, senator Harry Reid, juga ingin membahas tentang pengawasan kepemilikan senjata. Posisi Reid memungkinkannya untuk menyusun agenda pembahasan di sebat. Bahkan anggota senat dari West Virginia, Joe Manchin yang dulu dikenal sangat pro senjata sekarang setuju kalau ada perdebatan.
Tapi secara umum, NRA selalu berdiam diri. Hanya jika serangan dilakukan dengan senjata semi otomatis, mereka harus bereaksi. Bahkan jurubicara NRA menghadapi kesulitan untuk membenarkan kepemilikan senjata semacam ini setelah kejadian penembakan amuk. Tapi jika aksi penembakan hanya melibatkan senjata biasa, NRA biasanya menolak kritik. Apapun yang dilakukan NRA, Dr. Patrick yakin, organisasi pemilik senjata terbesar ini di masa depan tetap akan kuat.”Keanggotaan NRA akan terus naik karena kejadian ini. Selama tahun 1990-an, makin banyak berita negatif tentang NRA, makin banyak anggotanya.”