10 Tahun "Pernikahan Homoseksual" di Jerman
13 Agustus 2011Sebenarnya Wolfgang dan Werner Duysen ingin menjadi salah satu pasangan yang paling pertama. Kalau bisa, mereka ingin hubungan mereka diresmikan secara hukum tanggal 1 Agustus 2001. Hari di mana undang-undang untuk pernikahan homoseksual resmi berlaku.
Tetapi mereka harus menunggu beberapa hari. Di kantor catatan sipil di Pinneberg, di negara bagian Schleswig-Holstein tempat mereka tinggal, piranti lunak komputer untuk pencatatan resmi bagi pasangan dengan jenis kelamin sama belum tiba. Dua pekan setelahnya, tanggal 13 Agustus, baru semuanya siap. Seperti gaya tradisional, dengan setelan jas berwarna gelap, dan dengan sekuntum bunga mawar di saku jas, Wolfgang dan Werner menghadap ke kantor catatan sipil.
Baru Bagi Semua Pihak
Wolfgang Duysen bercerita, "Tentu kami merasa gugup, tetapi petugas di catatan sipil lebih gugup lagi, karena baginya itu adalah peresmian yang pertama, bukan hanya buat pasangan homoseksual. Dan dia tidak boleh menggunakan kata "pernikahan". Jadi dalam upacara itu ia beberapa kali salah mengucapkan kata-kata. Lucu waktu itu. Dia tentu tertawa dan orang-orang lain juga."
Bukan hanya petugas catatan sipil yang kewalahan menghadapi situasi baru tersebut. Kelompok-kelompok konservatif dan gereja Katholik Jerman ketika itu memperingatkan, hubungan homoseksual yang disahkan seperti pernikahan itu menandai akhir dari bentuk tradisional keluarga. Beberapa negara bagian, yang dipimpin partai konservatif Kristen Demokrat waktu itu mengajukan tuntutan pencabutan peraturan itu ke Mahkamah Konstitusi, tetapi mereka tidak berhasil.
Perbedaan dengan Pernikahan Konvensional
Koalisi Partai Sosial Demokrat (SPD) dan Partai Hijau, yang ketika itu memerintah, juga lama tidak berhasil mencapai kesepakatan, sejauh mana bentuk hubungan resmi yang baru itu bisa disetarakan dengan pernikahan heteroseksual. Akhirnya ada undang-undang baru yang menetapkan, bahwa hubungan homoseksual dapat diresmikan di catatan sipil. Tetapi mereka tidak mendapat beberapa keuntungan yang diperoleh pasangan yang menikahan secara tradisional. Mereka tidak mendapat potongan pajak, mereka tidak boleh mengadopsi anak, dan jika salah seorang dari mereka meninggal, asuransi tidak perlu membayar pensiun kepada pasangannya.
Meskipun demikian Manfred Bruns gembira, ketika undang-undang itu diresmikan. Ia bekerja sebagai ahli hukum dalam ikatan lesbian dan homoseksual Jerman, LSVD. Manfred Bruns sudah mengajukan tuntutan tahun 1980-an lalu, agar pasangan berjenis kelamin sama juga diperbolehkan tercatat secara resmi di catatan sipil.
Bruns memaparkan, "Kami memang selalu mendesaknya, tetapi bahwa akhirnya terjadi secepat itu, kami tidak percaya. Dan bagi saya itu juga bukti, bahwa demokrasi kita berfungsi. Jadi kelompok minoritas punya kesempatan untuk mengorganisir warga mayoritas dan memperoleh tempatnya."
Memperjuangkan Hak
Dalam rangka 10 tahun diresmikannya undang-undang tersebut, LSVD mengadakan acara di gedung balai kota Berlin. Pemerintah kota menyediakan ruang terbesar. Di antara pilar-pilar dari marmer dan sejumlah lukisan yang menampilkan peristiwa-peristiwa bersejarah, sejumlah pria dan perempuan duduk dalam acara peringatan itu. Banyak dari mereka sudah memperjuangkan hak-hak warga homoseksual di tahun 1970 dan 1980-an. Di masa itu, Wolfgang dan Werner Duysen bertemu dan berkenalan. Waktu itupun mereka sebenarnya sudah ingin menikah, demikian tutur keduanya.
Ketika mereka melewati liburan di Venezia, dan membuat foto bersama di lapangan Santo Markus, mereka sambil bercanda menyebut foto itu sebagai foto pernikahan. Bahwa mereka sekitar 30 tahun setelah itu akhirnya benar-benar mengatakan "ya, saya bersedia" di depan catatan sipil, sama sekali tidak dapat dibayangkan. Werner Duysen waktu itu bekerja di bagian personalia pada sebuah perusahaan asuransi. Ia bercerita, setiap kali Wolfgang menelfonnya di kantor, ia harus berpura-pura berbicara dengan istrinya, dan menyebut Wolfgang Sabine.
Sampai saat ini, 23.000 pasangan homoseksual sudah tercatat resmi di catatan sipil. Padahal undang-undang yang disahkan tahun 2001 itu juga kontroversial di antara para aktivis hak asasi. Hak-hak mereka yang tidak sama dengan hak-hak pasangan heteroseksual yang menikah dulu sudah menyebabkan kekecewaan. Itu juga dikatakan Wolfgang Duysen. "Ini hanya sebagian dari langkah maju, itu sudah kami sadari dari dulu. Tetapi kami juga berpikir, jika tidak ada orang yang mengambil langkah ini, pasti akan timbul pertanyaan, 'Apa yang kalian inginkan? Apa kalian tidak perlu?'" ujar Wolfgang Duysen.
Siap Maju ke Mahkamah Konstitusi
Tetapi mereka tidak puas begitu saja dengan pembatasan tersebut. 2009 pasangan Duysen mengajukan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi atas hak memperoleh pensiun jika salah satu dari mereka meninggal dunia. Pasangan-pasangan homoseksual lain juga mengajukan tuntutan dan berhasil. Hanya dalam masalah pajak dan hak mengadopsi anak, pasangan homoseksual belum memiliki hak sama.
Pasangan Duysen juga tidak ingin menerima begitu saja. Mereka kini mengajukan tuntuan terhadap kantor pajak, dan kembali siap maju ke Mahkamah Konstitusi. Demikian dikatakan Wolfgang Duysen sambil menekankan, orang tidak boleh mendiskriminasi orang lain, hanya karena itu sesuai dengan keinginan. Penyamaan hak harus ada, dan mereka akan terus menuntut.
Mathias Bölinger / Marjory Linardy
Editor: Ayu Purwaningsih